Soal Tangan Robot Tawan, Ini Analisis Ahli dari LIPI

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

I Wayan Sumardana (31) alias Sutawan, saat beraktivitas di Banjar Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, Rabu (20/1/2016). Sutawan berhasil membuat tangan robot untuk membantunya bekerja sehari-hari sebagai tukang las.

Tentang pengolahan sinyal, Arjon mempertanyakan alogaritma yang digunakan.

"Sinyal dari otak itu ibarat jarum di tumpukan jerami. Sulit ditangkap dan banyak sampahnya. Itu harus diolah dulu. Butuh akurasi tinggi dalam pengolahan agar bisa buat gerakan halus seperti ditunjukkan Tawan," jelasnya.

Sinyal dari otak sangat kecil, hanya sekitar 60 mikro volt.

Secara teoretis, agar bisa digunakan untuk menggerakkan alat, sinyal harus diperbesar. Teknologi untuk perbesaran sinyal memang tersedia.

Tapi, konsekuensi dari perbesaran adalah noise yang besar. Itu harus dibereskan.

Setelah diperbesar, sinyal perlu dipotong. Ada penyesuaian frekuensi dan amplitudonya.

Selesai dipotong, sinyal perlu diekstrak. Terakhir, sinyal harus diklasifikasikan sesuai dengan gerakan yang ingin dibuat. Alogaritma khusus diperlukan untuk tiap tahapan.

Proses mengolah sinyal otak sendiri tak mudah.

"Untuk kursi roda saya saja, itu mati-matian buatnya. Akurasinya belum tinggi. Padahal itu hanya untuk maju, belok kanan, belok kiri. Punya Tawan itu gerakannya bermacam-macam dan halus sekali. Itu yang membuat saya ragu," jelas Arjon.

Perlu Verifikasi

Inovasi Tawan menarik banyak pihak. Mulai gubernur Bali, bahkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir.

Namun demikian, Arjon mengungkapkan, robot tangan buatan Tawan yang luar biasa canggih beserta kondisi tangan Tawan perlu diverifikasi.

Arjon berkomentar, dengan kondisi Tawan yang tak lumpuh total, sebenarnya Tawan juga tak perlu robot dengan teknologi EEG.

Teknologi robot elektromyography (EMG) saja sudah cukup. "Sinyal dari otot saja bisa. Lebih ekonomis. Sebab teknologi EEG itu mahal," kata Arjon. (*)

Berita Terkini