TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Sekitar 39 tahun lalu jalur kereta api (KA) Yogyakarta-Magelang resmi ditutup. Namun jejak peninggalan moda angkutan darat ini masih bisa dilihat sebagian. Jalur rel KA Yogyakarta-Magelang dibangun Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sepanjang 47 km diresmikan pada 1898.
Jejak peninggalan rel dimulai dari Stasiun Tugu masih bisa dilihat di Kampung Sitisewu, Sosromenduran. Rel dengan ukuran 1.067 mm tersebut saat ini persis berada di gang kecil RT 1 RW 1 Sitisewu. Rel tersebut kemudian mengarah ke utara tepatnya di trotoar sebelah barat bundaran Ditlantas Polda DIY sampai timur Kantor Kopertis V Yogyakarta. Setelah itu jejak rel menghilang tertutup jalur pedestrian dan bangunan yang berada persis di tepi Jalan Tentara Pelajar sebelah barat.
Menurut anggota Komunitas Roemah Toea yang juga pemerhati kereta api, Hari Kurniawan, dari persimpangan tugu KA dihubungkan dengan halte Kricak. Halte tersebut sekarang sudah tak berbekas. Namun diperkirakan letaknya berada di utara kantor KPU Kota Yogyakarta.
Rel KA Yogyakarta-Magelang berlanjut membujur ke utara sejajar dengan Jalan Raya Magelang. Saat masih aktif, terdapat satu halte atau pemberhentian KA tanpa petugas di Kutu, atau sebelah barat kantor TVRI.
Sama seperti halte Kricak, tak lagi dijumpai bekas halte Kutu yang tersisa. Lokasi yang diperkirakan dulu berdiri halte tersebut telah berdiri jajaran tempat usaha. Seperti bengkel kendaraan dan bermacam toko.
"Saat zaman Belanda, bentuk halte ini sederhana. Dibuat dari kayu dengan luas lebih kurang 4x4 meter," ujar Hari, saat berbincang dengan Tribun Jogja, Jumat (31/1) pekan lalu.
Halte Mlati
Penelusuran berlanjut ke utara. Dari berbagai literatur KA dihubungkan dengan halte Mlati. Saat ini halte tersebut dimanfaatkan sebagai Pos Polisi Mlati di Jalan Magelang Km 7,8. Persis berdampingan dengan Gereja Katholik Santo Aloysius Mlati.
Sisa-sisa bekas halte KA masih bisa dilihat dengan adanya alat bekas penghubung telegraf di gunungan sisi utara pos polisi. Pada sisi depan bangunan, masih terdapat plakat tulisan "ruang tunggu" halte.
Keberadaan halte diperkirakan didesain guna menghubungkan dengan Gereja Katholik Santo Aloysius. Mengingat gereja tersebut telah berumur 77 tahun (diresmikan 1936) dengan gaya arsitektur khas Eropa. Seperti adanya kaca patri, bentuk atap dan sebagainya.
"Memang tak ada petunjuk mengenai kemungkinan itu. Tapi melihat bentuknya, sangat mungkin jika orang-orang Belanda waktu itu menggunakan KA menuju gereja untuk beribadah," tutur Hari.
Sisa-sisa peninggalan jalur rel KA Yogyakarta-Magelang lebih terlihat di wilayah Beran Sleman. Setelah jalur KA berada sejajar dengan Jalan Magelang, kemudian jalur itu berbelok ke kiri. Tepatnya di selatan perempatan Denggung, atau kini dikenal dengan nama Jalan Merapi.
Bekas peninggalan yang bisa dilihat antara lain adalah bekas sinyal masuk alkmaar di sebelah timur Kretek Bangkrung. Meski sudah berkarat, namun tiang sinyal itu memiliki bentuk relatif utuh.
Jadi Koramil
Tak jauh dari lokasi itu, berdirilah Stasiun Beran yang bangunannya kini digunakan sebagai kantor Koramil Sleman. Beberapa jejak peninggalannya pun masih tersisa di bangunan itu. Seperti loket karcis, pintu koboi, langit-langit dan lantai yang merupakan produk asli Belanda.