Gara-gara Royalti, Hotel dan Restoran di DIY Berpikir Ulang untuk Bikin Event HUT Kemerdekaan RI

Hanya sedikit hotel maupun restoran yang mengadakan event spesial 17 Agustus 2025. Hal itu karena ada aturan pembayaran royalti musik.

Tribunjogja/ Santo Ari
SOAL ROYALTI: Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono. PHRI DIY menyatakan sedikit hotel dan restoran di DIY yang gelar event 17 Agustus karena aturan royalti musik. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Kewajiban membayar royalti lagu atau musik membuat hotel dan restoran di DIY tidak menyuguhkan atraksi atau event saat peringatan Kemerdekaan RI.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan hanya sedikit hotel maupun restoran yang mengadakan event spesial pada 17 Agustus 2025.

Hal itu karena ada aturan pembayaran royalti musik.

Berbeda dengan tahun sebelumnya yang mayoritas hotel dan restoran menyelenggarakan kegiatan untuk memeriahkan HUT RI.

“Ada, tapi sedikit karena ada aturan royalti. Itu kan masuk ke operasional, cukup nggak (budget) untuk bayar royalti. Kami juga kasihan dengan teman-teman musisi, seperti organ tunggal, kok nggak dipanggil (mengisi hiburan),” katanya, Selasa (12/05/2025).

“Tetapi kan kemarin Kemenkum DIY juga menegaskan, untuk hiburan di hotel, restoran, bahkan pernikahan juga kena (bayar royalti) dari total biaya. Sehingga ya kami berpikir ulang (untuk mengadakan kegiatan atau hiburan),” sambungnya.

Di tengah turunnya daya beli masyarakat, polemik soal royalti musik menjadi beban bagi pengusaha, baik hotel maupun restoran.

Pasalnya pembayaran royalti juga akan menjadi tambahan beban operasional yang ditanggung hotel dan restoran.

Apalagi saat ini reservasi hotel di DIY masih stagnan, meskipun tanggal 18 Agustus 2025 dinyatakan sebagai cuti bersama.

“Reservasi belum ada hilalnya, baru kami bahas juga kenapa kok belum ada pergerakan. Ada (reservasi), tapi belum signifikan, maksimal 20 persen. Kemungkinan last minute. Kalau tahun lalu hotel tetap mengadakan acara meskipun okupansi rata-rata cuma 30-40 persen,” terangnya.

Ia berharap kebijakan terkait pembayaran royalti dikaji kembali. Di samping itu, sosialisasi royalti musik juga sangat terbatas.

“Sosialisasi sangat kurang, kalau hanya lewat media, kan nggak bisa bertanya. Jadi kebijakannya harus direvisi lagi, kemudian sosialisasi,” imbuhnya. (maw)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved