Fakta Sound Horeg, Sistem Audio Bervolume Ekstrem yang Dilarang MUI

Sound horeg, tren musik bass ekstrem di Indonesia, kini diharamkan MUI Jatim. Simak asal-usul, ciri khas, dampak, dan aturan terbaru 2025 di sini.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha
Truk Sound Horeg (Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha) 

Meskipun menawarkan hiburan, sound horeg memiliki sejumlah dampak buruk yang diakui banyak pihak:

  • Polusi Suara. Volume suara yang ekstrem dapat mengganggu kenyamanan warga, terutama lansia, anak-anak, atau orang sakit. Polusi suara juga mengganggu ketenangan bagi mereka yang sedang beristirahat atau beribadah.
  • Bahaya Kesehatan. Paparan suara dengan intensitas tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen (tinnitus), kecemasan, stres, bahkan memicu masalah jantung pada orang yang rentan.
  • Kerusakan Infrastruktur. Getaran bass yang sangat kuat berpotensi merusak struktur bangunan, kaca jendela, dan fasilitas umum lainnya yang berada di dekat lokasi acara.
  • Konflik Sosial. Perbedaan pandangan antara penggemar sound horeg dan warga yang merasa terganggu sering memicu perselisihan, bahkan konflik yang lebih besar.

Fatwa MUI Jatim 2025: Sound Horeg Diharamkan?

Kontroversi ini akhirnya direspons serius oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Melalui Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 13 Juli 2025, MUI Jawa Timur secara resmi mengulas hukum sound horeg dari sudut pandang syariat.

Inti dari fatwa tersebut adalah haram mutlak menggunakan sound horeg jika terbukti menimbulkan kemudaratan atau dampak buruk, seperti gangguan kesehatan, keresahan sosial, atau kerusakan fasilitas umum.

Jika aktivitas sound horeg disertai dengan maksiat lain, seperti joget campur pria-wanita, pakaian yang tidak menutup aurat, atau pelanggaran syariat lainnya, status haramnya menjadi lebih tegas.

Aktivitas adu sound dikategorikan sebagai pemborosan (tabdzir) dan menyia-nyiakan harta (idhā’atul māl), yang secara mutlak diharamkan dalam Islam.

Selain menetapkan fatwa, MUI Jatim juga mengeluarkan rekomendasi bagi pemerintah dan masyarakat. 

Pemerintah daerah disarankan untuk membuat regulasi yang jelas mengenai penggunaan sound system.

MUI merekomendasikan penundaan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk istilah "sound horeg" demi menghindari legalitasnya.

Masyarakat diminta untuk menjauhi aktivitas yang menimbulkan kemudaratan dan mengutamakan maslahat bersama.

Bagi para pendukungnya, sound horeg adalah bagian dari kreativitas lokal dan simbol kebersamaan. 

Banyak komunitas menganggapnya sebagai ajang silaturahmi, tempat unjuk kemampuan meracik musik, dan wahana mengekspresikan diri. 

Namun, tanpa batasan yang jelas, fenomena ini dapat berubah menjadi masalah sosial yang serius.

Di beberapa daerah, aparat sudah mulai membatasi jam penggunaan, tingkat volume, bahkan menyita peralatan yang digunakan tanpa izin resmi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved