Masbup Klaten
Tanggapan Bupati Klaten Soal Petani Milenial di Desa Demakijo
Hamenang menyebut keberadaan petani milenial sangat penting mengingat tema besar Indonesia saat ini adalah terkait ketahanan pangan.
Penulis: Dewi Rukmini | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Dewi Rukmini
TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, mengapresiasi keberadaan kelompok petani milenial di Desa Demakijo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Terlebih para petani milenial di Desa Demakijo berhasil membudidayakan tanaman melon untuk produksi pembenihan di lahan yang awalnya tidak produktif.
Total lahan seluas 2,5 hektare yang berada di dekat jalan tol Jogja-Solo itu awalnya tidak bisa ditanami apapun, karena selalu terendam air seperti rawa-rawa.
Namun, semenjak dilakukan penimbunan menggunakan material disposal atau tanah buangan hasil galian kontruksi proyek jalan tol, kini lahan itu berubah menjadi lahan produktif yang dimanfaatkan untuk menanam tanaman hortikultura sayur dan buah.
Salah satunya tanaman melon yang dibudidayakan oleh kelompok petani milenial Desa Demakijo.
"Alhamdulillah, di sini (Desa Demakijo) petani milenialnya bisa jalan. Mereka nanti akan (fokus) di industri pembibitan. Tentu nanti kami akan copy paste-kan ke wilayah-wilayah lain," ucap Hamenang kepada Tribun Jogja, saat berkunjung ke Desa Demakijo, Senin (4/8/2025).
Pihaknya menyebut, keberadaan petani milenial sangat penting mengingat tema besar Indonesia saat ini adalah terkait ketahanan pangan.
Konsep program kerja yang didorong Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, saat ini juga soal swasembada pangan.
Bahkan jika berbicara secara global, tantangan ke depan dikatakan masih berkaitan dengan ketersediaan pangan.
"Alhamdulillah kalau regenerasi petani jalan, maka permasalahan terbesar di dunia pertanian bisa diselesaikan. InsyaAllah ke depan nanti kami (Pemkab Klaten) dalam rangka ketahanan pangan juga lebih siap," ujarnya.
Baca juga: Daftar Resmi Tarif Tol Jogja-Solo Segmen Klaten-Prambanan, Berlaku Mulai Hari Ini
Hamenang memantapkan bahwa Pemkab Klaten akan selalu mendukung lahirnya petani-petani milenial selanjutnya.
Dia pun bakal mengetok tularkan ilmu yang dimiliki para petani milenial di Desa Demakijo kepada petani-petani di desa dan kecamatan lainnya.
"Harapannya semua generasi muda kita (Kabupaten Klaten) bisa lebih dekat dengan dunia pertanian," kata dia.
Menurut dia, ada beberapa hal menjadi persoalan krusial sektor pertanian di Kabupaten Klaten.
Selain menipisnya generasi penerus petani, rebranding hasil produksi pertanian asal Kota Bersinar juga menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemkab Klaten.
Pihaknya mengungkapkan dahulu Kabupaten Klaten memiliki produk pertanian yang berjaya, yakni beras atau padi Rojolel Srinak Srinuk.
"Nah saat ini bagaimana Srinak Srinuk itu bisa kami rebranding dengan kuat sehingga bisa dijual keluar daerah. Persoalan berikutnya tentu terkait pemasaran secara luas seluruh hasil pertanian yang ada di Kabupaten Klaten," paparnya.
Kendati demikian, sebelum fokus memasarkan produk hasil pertanian ke luar daerah.
Pihaknya menuturkan akan fokus ke program swasembada pangan terlebih dahulu.
Dengan harapan, masalah utama berkaitan minimnya generasi muda yang menggarap tanah bisa segera teratasi.
"Kalau bicara masalah luas lahan di Kabupaten Klaten masih mencukupi. Tinggal bagaimana lahan mangkrak bisa dimanfaatkan oleh para petani agar bergerak maju," sebutnya.
Seorang petani milenial Desa Demakijo, Isnandi, menjabarkan pihaknya mencetuskan ide program edukasi pertanian hortikultura sayur dan buah untuk produksi industri benih pertanian.
Edukasi tersebut memanfatkan lahan rawa yang sudah diubah menjadi lebih produktif.
"Awalnya hanya satu lahan yang dikelola petani milenial. Terus ada tambahan lahan dari pemerintah desa yang merupakan tanah kupasan uruk dari tol. Jadi lahan itu dikerjakan petani milenial sebagai wahana edukasi supaya semakin banyak anggotanya," ungkap dia.
"Luasnya 7.000 meter persegi hampir 1 hektare yang dikelola Petani Milenial. Untuk produksi benih melon, sudah panen sekali dan saat ini tanaman kedua sedang tahap polinasi," tambahnya.
Dia membeberkan saat panen pertama berhasil mendapatkan sekitar 30-an kilogram benih (biji) melon. Nilai jual hasil produksi benih itu mencapai angka Rp80 juta.
Kendati demikian, biaya operasional dan perawatan tanaman melon untuk menjadi benih juga dikatakan cukup tinggi.
"Untuk proses polinasi saja bisa habis sekitar Rp10-15 juta. Karena memang biaya operasionalnya juga besar. Tapi kalau hasilnya bagus, bisa dapat keuntungan 200 persen dari modal awal," sebutnya.
Sementara itu, lahan yang ditanami semangka tanpa biji untuk pelatihan P4S dikatakan menggunakan sistem irigasi tetes.
Yakni memanfaatkan pompa dan selang untuk menyalurkan air langsung ke masing-masing tanaman.
Sistem itu dinilai lebih efektif dan hemat air dibanding menggunakan metode irigasi konvensional.
"Karena kontur tanahnya ada di atas sungai, jadi lebih efektif menggunakan sistem irigasi tetes. Itu sekaligus menjadi prototype untuk dikembangkan di lahan pertanian yang sungainya berada di bawah atau tidak ada irigasi konvensional semisal parit dan sungai," tandasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.