Iran Sebut Israel Minta Gencatan Senjata karena Putus Asa, Tegaskan Tak Pernah Tawar-menawar Damai

Israel meminta diakhirinya konflik dengan Iran akibat keputusasaan setelah menerima gelombang serangan balasan yang melumpuhkan wilayahnya.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
X/Twitter
GENCATA SENJATA - Menteri Luar Negeri Iran yang baru, Abbas Araghchi , mengatakan Iran menolak segala bentuk gencatan senjata yang dinegosiasikan atau pengaturan timbal balik. 

TRIBUNJOGJA.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut bahwa Israel meminta diakhirinya konflik dengan Iran akibat keputusasaan setelah menerima gelombang serangan balasan yang melumpuhkan berbagai wilayahnya.

Menurut Araghchi, rezim Zionis yang sebelumnya memulai perang selama 12 hari, justru kini menawarkan gencatan senjata.

Namun, Iran menolak keras segala bentuk gencatan senjata yang mengandung unsur negosiasi atau kompromi timbal balik.

“Iran tidak pernah terlibat dalam perundingan apa pun terkait gencatan senjata,” tegas Araghchi, dikutip dari Tribunnews.com yang melansir pemberitaan Tehran Times, Sabtu (28/6/2025).

“Gencatan senjata menyiratkan kesepakatan dan negosiasi bersama. Yang terjadi adalah penghentian agresi secara sepihak oleh musuh setelah menyadari biaya yang harus dikeluarkan untuk melanjutkan perang," lanjutnya.

Araghchi juga menegaskan bahwa Iran tidak menerima konsep gencatan senjata yang menyiratkan adanya kompromi atau dialog damai.

Menurutnya, penghentian konflik itu terjadi karena pihak penyerang dipaksa mundur setelah tanggapan keras dari Iran mengubah keseimbangan konflik.

"Tidak ada negosiasi. Pihak penyerang terpaksa berhenti setelah tanggapan kami mengubah keseimbangan," tambahnya.

Araghchi bahkan mengingatkan bahwa Iran bukanlah Lebanon, dan menyatakan bahwa "setiap pelanggaran terhadap ketenangan saat ini akan ditanggapi dengan respons langsung dan tegas."

Baca juga: Iran Tutup Pintu Negosiasi Nuklir, Serangan AS Dianggap Cuma Gangguan Ringan

Klarifikasi Soal Serangan ke Qatar

Menanggapi pertanyaan soal serangan rudal Iran terhadap pangkalan militer AS di Qatar, Araghchi menjelaskan bahwa tindakan tersebut semata-mata ditujukan ke Amerika Serikat.

“Saya sudah memberi tahu tetangga Arab kami sebelumnya bahwa jika AS menyerang kami, kami tidak punya pilihan selain menanggapi—dan tanggapan itu mungkin menargetkan infrastruktur militer AS yang berbasis di negara Anda,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa Iran tidak pernah berniat menyerang negara-negara Arab dan sudah menyampaikan pesan tersebut langsung kepada enam menteri luar negeri negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (PGCC).

“Kebijakan kami tetap pada hubungan bertetangga yang damai dengan semua negara di Teluk Persia, Irak, dan sekitarnya,” kata Araghchi.

Perang 12 Hari: Simbol Perlawanan Iran

Dalam pandangannya, Araghchi menggambarkan konflik 12 hari tersebut sebagai simbol perlawanan Iran terhadap koalisi kekuatan besar dunia.

“Iran diserang oleh dua negara bersenjata nuklir—AS dan Israel—dengan dukungan politik dan logistik dari pemerintah Eropa,” ungkapnya.

“Tujuan mereka adalah untuk mematahkan tekad Iran dan memaksa Iran menyerah setelah puluhan tahun perlawanan. Mereka gagal.”

Iran Larang Direktur IAEA Masuk

Di sisi lain, ketegangan Iran dengan komunitas internasional turut meningkat dengan dilarangnya Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, memasuki Iran.

Langkah ini diambil menyusul resolusi IAEA yang menuduh Teheran tidak patuh.

Parlemen Iran merespons dengan meloloskan UU yang menangguhkan kerja sama dengan IAEA, dan regulasi ini telah disetujui oleh Dewan Konstitusi Iran.

“Resolusi tersebut memberikan perlindungan politik bagi agresi Israel,” kata Araghchi. “IAEA telah kehilangan kredibilitas, dan Grossi tidak diterima di Iran untuk saat ini.”

Persiapkan Gugatan Internasional

Lebih lanjut, Iran menyatakan tengah menyiapkan langkah hukum dan diplomatik untuk menuntut pertanggungjawaban Israel dan Amerika Serikat atas kerusakan dan korban akibat konflik tersebut.

Menurut Araghchi, Kementerian Luar Negeri dan Kantor Kepresidenan kini tengah mengumpulkan bukti kerugian material maupun korban jiwa untuk diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Proses ini rumit dan akan memakan waktu, tetapi saat ini sudah berjalan,” kata Araghchi. Ia menyebut inisiatif ini telah mendapat dukungan penuh dari Pemimpin Revolusi Islam.

Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, turut memastikan bahwa upaya hukum terkait ganti rugi sedang dilakukan secara aktif. (*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved