“Beda kalau generasi muda menulis (sejarah), tidak dibatasi Jogja saja, bisa di seluruh Indonesia, dan mereka bisa memahami dan tersebar. Tentunya Paniradya mengadakan tidak hanya menulis saja, mereka (generasi muda) bisa buat podcast, penelusuran situs sejarah. Maka kemudian sejarah Yogya yang punya kontribusi terhadap Indonesia, bisa dipahami dan dirayakan seluruh Indonesia,” ujarnya.
Ia menambahkan sejarah masih terkungkung pada rezim. Ketika rezim berganti, maka cerita sejarah bisa berbeda. Pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret dan Yogya Kembali ceritanya berbeda saat orde baru, cerita soal peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak pernah ada.
“Karena masyarakat Yogya tahu (peristiwa Serangan Umum 1 Maret dan Yogya Kembali), maka itu berkembang. Kalau generasi muda menulis, generasi muda merasa memiliki, hal-hal yang muncul dari elitis seperti itu bisa didobrak,” pungkasnya. (maw)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.