Tuduhan Koalisi Masyarakat Sipil Soal Tewasnya Abral Wandikbo Hingga Bantahan TNI

Abral Wandikbo (27) ditemukan tewas mengenaskan di dengan kondisi termutilasi.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Dok. Puspen TNI
TEWASNYA ABRAL WANDIKBO - Sosok yang disebut Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi , warga Nduga, Papua Pegunungan. Dia tewas dalam kondisi termutilasi pada 25 Maret 2025 lalu. Koalisi Masyarakat Sipil menduga bahwa tewasnya Abral akibat ulah anggota TNI. Namun, Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi membantah hal tersebut. Abral disebut olehnya anggota OPM dan dibunuh oleh anggotanya sendiri setelah memberitahu aparat TNI terkait senjata yang tersimpan di salah satu honai di Kampung Kwit. 

TRIBUNJOGJA.COM, PAPUA - Seorang warga Kampung Yuguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan bernama Abral Wandikbo (27) ditemukan tewas mengenaskan di dengan kondisi termutilasi.

Kasus tewasnya Abral ini kemudian menjadi sorotan.

Sebab, ada perbedaan temuan antara Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia (YKKMP) dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM dengan TNI.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, Abral tewas disiksa dan dibunuh di luar proses hukum atau extrajudicial killing.

Kemudian temuan lainya adalah yang bersangkutan bukananggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Korban selama ini kerap membantu aparat dalam pembangunan fasilitas bagi masyarakat.

Sedangkan menurut versi TNI, Abral merupakan salah satu anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang ditangkap saat Operasi Penindakan.

Dikutip dari Tribunnews.com yang melansir laman Amnesty Internasional pada Minggu (15/6/2025), Abral tewas dalam kondisi mengenaskan di mana jasadnya ditemukan dalam kondisi termutilasi.

Diduga, Abral adalah korban penyiksaan berat oleh TNI sebelum akhirnya dibunuh.

"Baru pada 25 Maret 2025, Abral ditemukan telah meninggal dunia dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Tubuhnya termutilasi, telinga, hidung, dan mulut hilang, kaki dan betis melepuh serta kedua tangan terikat dengan borgol plastik (plasticuff)," kata Koalisi Masyarakat Sipil.

Adapun sebelum dibunuh, korban diduga ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota TNI saat melakukan operasi militer pada akhir Maret 2025 lalu.

"Pada 22 Maret 2025, Abral ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI saat memeriksa rumah warga satu per satu. Dia ditangkap tanpa alasan yang jelas dan tanpa bukti yang sah serta tanpa didampingi kuasa hukum."

"Ia kemudian dibawa ke pos TNI di lapangan terbang Yuguru dan tidak pernah kembali," jelas Koalisi Masyarakat Sipil.

Baca juga: Ubah Penampilan dengan Cukur Rambut dan Kumis, Anggota KKB Ini Gagal Kelabuhi Petugas

Sebelum kasus tewasnya Abral, Koalisi Masyarakat Sipil juga memperoleh laporan terkait perusakan rumah warga dan fasilitas umum yang diduga dilakukan oleh aparat TNI.

Hal serupa juga ditemukan oleh Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) setelah melakukan investigasi. Adapun peristiwa perusakan tersebut terjadi pada 22-24 Februari 2025.

"Warga melihat anggota TNI melakukan pembongkaran sembilan rumah warga dan satu puskesmas, untuk mengambil papan, kayu-kayu, dan peralatan lainnya, pada tanggal 22-23 Februari 2025."

"Kemudian sekolah juga digeledah oleh anggota TNI pada tanggal 24 Februari 2025 hingga peralatan belajar dihamburkan seperti buku-buku, ijazah, surat baptis, dan lain sebagainya," jelasnya.

Kasus ini pun telah dilaporkan YKKMMP dan Koalisi Masyarakat Sipil ke Komnas HAM pada Jumat (13/6/2025) lalu.

Koalisi pun menyampaikan total enam tuntutan pasca peristiwa ini dan dua tuntutan khusus dalam kasus tewasnya Abral.

Adapun dua tuntutan terkait tewasnya Abral yaitu desakan agar pemerintah dan TNI melakukan pengusutan tuntas serta Komnas HAM harus menetapkan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.

"Dan (Komnas HAM) segera memulai penyelidikan pro justisia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Ketua Komnas HAM pun mengecam aksi kekerasan yang diduga dilakukan TNI dalam kasus tewasnya Abral.

“Komnas HAM mengecam aksi kekerasan itu, karena hak hidup adalah hak fundamental. Kami mendorong tidak terjadi impunitas atas kasus kekerasan di Papua,” kata Anis.

Tanggapan TNI

Merespon tuduhan itu, TNI secara tegas membantahnya.

Bantahan itu disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi.

Menurut Kristomei, Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi adalah salah satu anggota OPM yang ditangkap oleh anggota TNI saat operasi militer.

Dia mengatakan penangkapan terhadap Abral setelah adanya temuan senjata rakitan dan postingan korban di akun Facebook miliknya.

Selain itu, Kristomei juga mengatakan adanya bukti Abral menjadi anggota OPM lewat adanya foto yang bersangkutan tengah menenteng senjata.

"Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi adalah salah satu Pok OPM Kodap III/Ndugama, yang ditangkap saat prajurit TNI melaksanakan Operasi Penindakan. Operasi dilaksanakan secara terukur dan profesional dan ditemukan dua pucuk senjata rakitan serta ditemukan beberapa catatan dari yang bersangkutan sama persis dengan yang di-posting di Facebook."

"Bukti bahwa Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi Anggota Pok OPM sangat jelas, terbukti dengan adanya foto yang bersangkutan sambil membawa Senjata M-16 A2," beber Kristomei ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (15/6/2025).

Kristomei mengatakan Abral sempat diinterogasi oleh anggota TNI setelah ditangkap.

Dalam pengakuan Abral, dia mengaku mengetahui adanya senjata yang tersimpan di salah satu honai (rumah adat Papua) di Kampung Kwit.

Lantas, Kristomei menuturkan Abral mau untuk menunjukkan lokasi persis terkait senjata tersebut.

Namun, menurut Kristomei, Abral justru berusaha melarikan diri dengan melompat ke arah jurang.

"Namun saat di tengah perjalanan (Abral) melarikan diri. Kemudian prajurit TNI mengeluarkan tembakan peringatan, tetapi yang bersangkutan tetap melarikan diri dan melompat ke arah jurang," jelasnya.

Kristomei mengatakan anggota TNI tidak melanjutkan pengejaran terhadap Abral yang disebutnya melarikan diri dengan pertimbangan faktor keamanan dan keselamatan prajurit.

Dengan kronologi tersebut, Kristomei pun membantah prajurit TNI melakukan pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing seperti yang dituduhkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil.

Dia juga membantah bahwa tewasnya Abral dalam kondisi termutilasi adalah ulah dari prajurit TNI.

Justru, Kristomei menyebut Abral dibunuh oleh anggota OPM karena menjadi penunjuk jalan anggota TNI terkait adanya senjata api di Kampung Kwit.

"Yang janggal adalah jenazah Abral diinfokan ditemukan dalam keadaan telinga, mulut terpotong, tangan terikat. Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu."

"Justru yang melakukan kebiadaban seperti itu adalah gerombolan OPM selama ini. Bisa jadi Abral dibunuh OPM sendiri karena Abral mau menunjukkan di mana Honai yang ada senjatanya," tegas Kristomei. (*)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved