Kata Pengamat Soal Uji Materi Perpu PUPN yang Bergulir di MK
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) kembali menjadi sorotan
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) kembali menjadi sorotan setelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar hukum dan ekonomi menilai regulasi yang telah berusia lebih dari enam dekade ini sudah tidak lagi selaras dengan prinsip negara hukum modern, terutama dalam hal perlindungan hak asasi dan kepastian hukum.
Gugatan terbaru diajukan oleh Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional, yang menggugat sejumlah pasal dalam Perpu tersebut.
Ia mempersoalkan kewenangan luas PUPN dalam menetapkan dan menagih utang negara tanpa melalui proses pengadilan.
Gugatan yang teregister dengan Nomor 128/PUU-XXII/2024.
Dalam permohonannya, Andri meminta MK menyatakan beberapa pasal dalam Perpu itu bertentangan dengan UUD 1945 dan mendesak agar pemerintah segera menyusun undang-undang baru yang lebih sesuai dengan konstitusi dan perkembangan hukum saat ini.
Baca juga: Dipinjam Warga, Kendaraan Roda Tiga Milik Pemdes Ngering Klaten Tercebur Parit
Pakar Kebijakan Publik dan Peneliti Kasus BLBI, Hardjuno Wiwoho, menilai sidang uji materi ini merupakan momentum untuk meninjau ulang secara menyeluruh cara negara mengelola piutang dan menangani kasus-kasus warisan krisis ekonomi masa lalu.
“Perpu PUPN lahir dalam situasi negara yang berbeda. Tapi saat ini, kita hidup dalam rezim hukum konstitusional. Negara tidak bisa serta-merta menyita aset warga tanpa pengadilan hanya karena status piutang negara,” ujar Hardjuno.
Ia juga menyoroti bahwa kasus ini tidak bisa dipandang sekadar sebagai gugatan individu.
Menurutnya, persoalan yang diangkat menyentuh aspek-aspek fundamental dalam tata kelola negara, seperti akuntabilitas lembaga negara, integritas kebijakan keuangan, dan penegakan hukum yang adil.
“Jika negara memang ingin menagih piutang, maka prosesnya harus tunduk pada prinsip keadilan prosedural. Tidak bisa pakai logika darurat tahun 1960 untuk persoalan hukum tahun 2025,” tegasnya.
Hardjuno menambahkan, evaluasi terhadap Perpu ini perlu dilakukan secara sistemik, bukan berdasarkan tekanan satu kasus.
Ia mengingatkan bahwa banyak kebijakan ekonomi warisan masa lalu, termasuk penanganan BLBI, masih menyisakan tanda tanya besar soal transparansi dan keabsahan prosedural.
Mahkamah Konstitusi dijadwalkan melanjutkan sidang dengan mendengarkan keterangan pihak pemerintah dan ahli dalam waktu dekat. (*)
Prakiraan Cuaca DIY Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Kulon Progo Sleman Didominasi Hujan Ringan |
![]() |
---|
Cek Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik DI Yogyakarta Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025 |
![]() |
---|
5 Zodiak Penghuni Hoki Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Aries Taurus Gemini Pertahankan Posisinya |
![]() |
---|
6 Shio Pawang Hoki Hari Ini Selasa 12 Agustus 2025, Shio Monyet Jadi yang Nomor 1 |
![]() |
---|
7 Arti Mimpi yang Menandakan Musibah, Peringatan dari Alam Bawah Sadar yang Wajib Diketahui |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.