Masih Nyaman Terima Bansos, Ribuan Warga DIY Diusulkan Keluar dari PKH

Meski secara ekonomi dinilai telah mandiri, ribuan keluarga penerima manfaat masih enggan melepas status penerima bantuan.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mentalitas bergantung pada bantuan sosial menjadi tantangan besar dalam penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) di Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Meski secara ekonomi dinilai telah mandiri, ribuan keluarga penerima manfaat masih enggan melepas status penerima bantuan.

Dinas Sosial DIY pun mengusulkan 8.000 keluarga untuk dikeluarkan dari program atau digraduasi.

Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, menyebut temuan ini muncul dari evaluasi bersama para pendamping PKH.

Hasilnya, banyak penerima manfaat yang sudah tidak lagi memenuhi kriteria karena telah memiliki pekerjaan tetap atau menjalankan usaha mandiri.

“Dari evaluasi kami, ternyata memang sudah banyak yang seharusnya digraduasikan. Mereka sudah bekerja, punya usaha, dan tidak lagi tergolong miskin,” ujar Endang.

Meski demikian, tak sedikit dari mereka yang tetap bertahan sebagai penerima bantuan.

Menurut Endang, situasi ini mencerminkan persoalan mentalitas. 

Rasa enggan untuk keluar dari skema bansos dianggap sebagai bentuk ketergantungan yang justru menghambat upaya peningkatan kemandirian sosial ekonomi.

“Kami berharap masyarakat jujur. Kalau sudah tidak layak, ya seharusnya mengundurkan diri. Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Sekarang saya harus lebih tegas. Kalau sudah mampu, ya harus digraduasi,” ujarnya.

Baca juga: Pemda DIY Usulkan Lahan untuk Sekolah Rakyat, Menanti Verifikasi dari Pemerintah Pusat

Proses graduasi ini masih menunggu pemutakhiran data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Sejak Januari 2025, Dinas Sosial DIY telah diminta menggunakan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola BPS sebagai acuan utama untuk menjamin akurasi data penerima manfaat.

“Kami masih menunggu DTSEN ini agar data yang akan kami graduasi bisa disepadankan. Jadi tidak asal mengeluarkan, semua harus berbasis data yang sah,” kata Endang.

Selain berfokus pada aspek ekonomi, Endang juga menekankan pentingnya membangun budaya malu bagi masyarakat yang secara faktual telah mampu, tetapi tetap mengaku miskin demi bantuan sosial.

“Masalah sekarang bukan hanya ekonomi, tapi mental. Banyak yang sudah nyaman menerima bansos. Ini yang harus kita ubah. Saya sering bilang, malu dong kalau orang Yogya ngaku miskin padahal sudah mampu,” ujarnya.

Endang menargetkan usulan graduasi ini bisa segera diproses begitu data DTSEN tersedia sepenuhnya.

Dengan begitu, bantuan PKH dapat lebih tepat sasaran dan memberikan dampak nyata terhadap penanggulangan kemiskinan di DIY. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved