Koperasi Desa Merah Putih dan Kembalinya Roh Soemitronomics dalam Ekonomi Indonesia

Setelah reformasi 1998, koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan kuantitatif yang signifikan. 

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Antonius Harya, Staf Ahli DPRD Kabupaten Sleman, Kader Gerindra Masa Depan XV, dan Lulusan Magister Filsafat UGM DIY 

Perbandingan Kapitalisme dan Koperasi dalam Konteks Desa

Jika kita membandingkan koperasi dengan kapitalisme, keduanya jelas memiliki logika yang
berbeda.

Kapitalisme berorientasi pada keuntungan individu dan kepemilikan modal, di mana yang kuat akan terus mendominasi yang lemah. 

Dalam sistem ini, petani dan nelayan desa hanya menjadi buruh yang menjual hasil produksi mereka dengan harga murah kepada tengkulak atau korporasi besar.

Sebaliknya, koperasi justru mengembalikan kontrol ekonomi kepada rakyat desa itu sendiri.

Petani yang menjadi anggota koperasi dapat menentukan harga hasil panennya, nelayan dapat
menyimpan hasil tangkapannya di cold storage koperasi tanpa khawatir harga anjlok, dan
UMKM desa dapat mengakses modal dari unit simpan pinjam koperasi tanpa harus berurusan dengan rentenir.

Namun, kelemahan koperasi di masa lalu adalah ketidakmampuannya untuk bersaing dengan
kapitalisme yang telah menguasai pasar global. 

Inilah yang ditegaskan Soemitro dalam bukunya "Strategi Ekonomi Nasional di Tengah Dominasi Global" (1987), bahwa koperasi hanya akan mampu bersaing jika dikelola secara profesional dan berbasis pada teknologi modern.

Koperasi Merah Putih sebagai Implementasi Soemitronomics

Jika Kopdes Merah Putih ingin benar-benar berhasil, maka pendekatan Soemitronomics harus menjadi fondasi utamanya.

Pertama, koperasi harus dikelola oleh SDM desa yang memiliki kapasitas bisnis yang kuat, bukan sekadar perangkat desa atau tokoh masyarakat yang dipilih secara politis. Soemitro sendiri menekankan pentingnya "Akademi Manajemen Koperasi" yang melatih anak muda desa menjadi pengelola koperasi yang profesional, paham teknologi, dan mampu membaca pasar global.

Kedua, koperasi harus mampu menguasai rantai distribusi dari hulu ke hilir, bukan hanya
sebagai pengepul hasil pertanian, tetapi juga sebagai pengolah produk dan distributor ke pasar
nasional maupun internasional.

Ketiga, koperasi harus berbasis pada kekuatan komunitas, bukan pada modal individu. Dalam
konsep Soemitro, keuntungan koperasi bukan untuk memperkaya pengurus, melainkan untuk
membangun infrastruktur desa, memperkuat pendidikan, hingga membangun sistem kesehatan
yang terjangkau.

Mimpi yang Harus Kita Wujudkan

Dengan pendekatan yang tepat, Kopdes Merah Putih bisa menjadi implementasi nyata dari
Pasal 33 UUD 1945 dan cita-cita Soemitro Djojohadikusumo yang selama ini terabaikan.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved