Koperasi Desa Merah Putih dan Kembalinya Roh Soemitronomics dalam Ekonomi Indonesia
Setelah reformasi 1998, koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan kuantitatif yang signifikan.
Sebelum membahas bagaimana konsep Soemitronomics dapat memperkuat Kopdes Merah
Putih, penting untuk memahami mengapa koperasi pernah gagal pasca reformasi 1998.
Di era Orde Baru, koperasi memang didorong oleh pemerintah melalui program Koperasi Unit
Desa (KUD) yang dimaksudkan untuk menjadi alat distribusi hasil pertanian dan perkebunan.
Namun, setelah reformasi, ketika dukungan politik dan subsidi pemerintah dicabut, KUD justru
kehilangan arah dan banyak yang akhirnya bubar.
Dalam buku "Pembangunan Ekonomi Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis" (1991), Soemitro
Djojohadikusumo menjelaskan bahwa "koperasi hanya akan kuat jika dikelola secara mandiri oleh rakyat, bukan dikendalikan oleh negara."
Inilah cacat utama dari koperasi di masa lalu, di mana koperasi justru bergantung pada subsidi dan regulasi pemerintah.
Akibatnya, ketika subsidi dihentikan, koperasi kehilangan daya saing di tengah arus kapitalisme global yang semakin agresif.
Kegagalan lainnya terletak pada kualitas sumber daya manusia yang mengelola koperasi. Banyak koperasi yang dijalankan oleh pengurus yang tidak paham manajemen bisnis, akuntansi, hingga pengembangan pasar.
Hal ini juga ditegaskan Soemitro dalam pidatonya di Universitas Indonesia pada tahun 1983, di mana ia menyatakan bahwa "koperasi tidak boleh
hanya menjadi badan hukum yang legal, tetapi harus menjadi badan usaha yang profesional
dan berorientasi pada keuntungan sosial."
Soemitronomics: Kunci Koperasi Berbasis Kemandirian Rakyat
Lalu, bagaimana konsep Soemitro dapat memperkuat Kopdes Merah Putih?
Dalam pemikirannya yang dikenal sebagai Soemitronomics, Soemitro menekankan bahwa
koperasi harus menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang mampu bersaing dengan kapitalisme global, namun dengan tetap berpegang pada nilai kekeluargaan dan keadilan sosial.
Jika kapitalisme menempatkan modal sebagai kekuatan utama, maka koperasi yang
berlandaskan ekonomi Soemitro justru menempatkan kolektivitas dan kekuatan komunitas
sebagai fondasi utama.
Soemitro percaya bahwa koperasi harus menguasai sektor-sektor strategis yang menghidupi
masyarakat desa, seperti logistik pangan, distribusi hasil pertanian, cold storage perikanan,
hingga unit simpan pinjam yang bisa menjadi “bank rakyat kecil” di level desa.
Inilah yang sebenarnya sudah tercermin dalam konsep Kopdes Merah Putih, di mana koperasi desa diharapkan menjadi pengelola gerai sembako, apotek desa, hingga logistik hasil pertanian.
Namun, yang perlu diantisipasi adalah bagaimana koperasi ini dapat tumbuh secara organik
dari bawah, bukan sekadar menjadi "proyek negara" yang bergantung pada dana APBN.
Koperasi Desa Merah Putih Harus Segera Miliki Usaha, Ini Upaya Pemkab Bantul |
![]() |
---|
Koperasi Desa Merah Putih Poncosari Bantul Siap Kelola Kampung Nelayan Merah Putih |
![]() |
---|
438 Koperasi Merah Putih Terbentuk di DIY, Dinkop UKM dan Polda DIY Beri Pemdampingan |
![]() |
---|
ASN dan Pamong Desa di Bantul Jadi Pionir Anggota Koperasi Desa Merah Putih |
![]() |
---|
Keanggotaan Koperasi Desa Merah Putih di Bantul Didorong untuk Dukung Modal Usaha |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.