Koperasi Desa Merah Putih dan Kembalinya Roh Soemitronomics dalam Ekonomi Indonesia

Setelah reformasi 1998, koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan kuantitatif yang signifikan. 

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Antonius Harya, Staf Ahli DPRD Kabupaten Sleman, Kader Gerindra Masa Depan XV, dan Lulusan Magister Filsafat UGM DIY 

Oleh: Antonius Harya Febru Widodo, Staf Tim Ahli DPRD Kabupaten Sleman, Magister Filsafat UGM

TRIBUNJOGJA,COM - Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah menetapkan fondasi ekonomi yang sangat jelas dalam Pasal 33 UUD 1945, di mana perekonomian nasional harus disusun sebagai usaha
bersama yang berlandaskan asas kekeluargaan. 

Salah satu bentuk nyata dari implementasi pasal tersebut adalah koperasi, yang sejak masa pemerintahan Soekarno telah dipandang sebagai alat distribusi kekayaan yang paling sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Setelah reformasi 1998, koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan kuantitatif yang
signifikan. 

Berdasarkan data Departemen Koperasi dan UKM, pada tahun 2004 tercatat 130.730 koperasi, namun hanya 28,55 persen yang aktif, dan hanya 35,42 % yang melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT). 

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah koperasi meningkat, banyak di antaranya tidak berfungsi secara efektif.

Selain itu, pada era awal reformasi, jumlah koperasi melonjak dari sekitar 47 ribu menjadi 98 ribu, didorong oleh program pemerintah seperti Kredit Usaha Tani (KUT). 

Namun, menurut Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) tahun 2014, sekitar 73 % koperasi tersebut tidak aktif, dan hanya 7 % yang aktif. 

Dari yang aktif, hanya 3 % yang benar-benar menjalankan prinsip koperasi sejati, sementara sisanya didominasi oleh koperasi palsu atau rentenir yang memanfaatkan nama koperasi untuk keuntungan pribadi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun secara kuantitatif koperasi berkembang, secara kualitatif banyak yang tidak berfungsi sesuai dengan prinsip koperasi

Banyak koperasi yang hanya menjadi badan hukum tanpa aktivitas ekonomi nyata, dan sebagian besar dijadikan alat politik untuk menarik simpati rakyat. Hal ini mengindikasikan perlunya upaya serius untuk
meningkatkan kualitas dan kemandirian koperasi di Indonesia.

Kini, melalui program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) yang diinisiasi oleh
Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia,Prabowo Subianto, pemerintah berusaha untuk membangkitkan kembali koperasi sebagai kekuatan ekonomi desa. 

Program yang menargetkan 70.000 koperasi desa hingga tahun 2029 ini menjadi ambisi besar yang, jika berhasil, dapat menjadi tonggak sejarah kebangkitan ekonomi berbasis kerakyatan di Indonesia.

Namun, untuk memahami bagaimana koperasi dapat menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan, kita perlu kembali pada pemikiran salah satu ekonom terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, Prof. Soemitro Djojohadikusumo.

Mengapa Koperasi Pernah Gagal Pasca Reformasi?

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved