Penting, Ini Tips dan Cara Mencegah Penipuan AI Deepfake Menurut Pakar Keamanan Siber
Berikut tips dan cara melindungi diri dan mencegah agar tidak menjadi korban penipuan AI deepfake menurut pakar keamanan siber
TRIBUNJOGJA.COM - Pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya mengingatkan, siapa saja perlu mewaspadai dan berhati-hati terhadap ancaman penipuan AI deepfake.
Ia merekomendaikan penggunaan beberapa tools atau parameter dalam mengidentifikasi konten deepfake dan AI.
“Apabila ada ponsel yang bisa mengidentifikasi konten AI, gunakan saja. Apabila konten AI 'disempurnakan', maka aplikasi di ponsel juga harus ikut disempurnakan. Jika (aplikasi) tak disempurnakan, ponsel tidak akan mampu mengenali konten yang telah disempurnakan tersebut,” katanya, dikutip dari kompas.com.
Alfons memberi beberapa saran seputar cara mencegah agar tidak menjadi korban penipuan AI deepfake.
Berikut tips dan cara melindungi diri dan mencegah agar tidak menjadi korban penipuan AI deepfake:
- Amankan aset digital dengan baik, serta menjaga kredensial penting seperti email, media sosial dan finansial
- Pastikan data dilindungi dengan perlindungan Otentikasi Dua Faktor yang akan mengamankan akun sekalipun kredensialnya berhasil dicuri
- Menggunakan password yang unik, panjang, dan berbeda untuk setiap akun. Lalu simpan password menggunakan password manager supaya aman dan mudah dikelola
- Menggunakan sandi atau pertanyaan rahasia yang hanya diketahui pemilik akun dengan keluarga, jika mendapatkan telepon darurat atau permintaan transfer uang
- Pakai program anti-phising pada ponsel seperti True Caller yang akan mengidentifikasi nomor telepon penipu dengan metode crowdsourcing. Jadi, nama penelepon akan tampil di ponsel anda sekali pun tidak disimpan di kontak
- Lakukan pengecekan silang atau crosscheck terhadap berbagai aspek digital dengan ketat, serta pastikan tidak ditipu ketika melakukan transfer ke rekening yang tidak diketahui sebelumnya.
Masyarakat juga disarankan untuk selalu memastikan kebenaran akun-akun terverifikasi.
Sebab, tak jarang di antara mereka nyatanya melakukan pemalsuan tanda verifikasi.
"Hati-hati juga dengan centang biru yang dipalsukan seperti yang terjadi pada pemalsuan centang biru pada akun Whatsapp yang seharusnya diletakkan setelah nama akun tetapi oleh penipu diletakkan di samping logo perusahaan," tandas Alfons.
Seperti diketahui, seiring perkembangan teknologi, metode atau cara yang dilakukan orang untuk melakukan tindakan kriminalitas ikut bertambah.
Salah satu yang muncul, yakni pelaku memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) deepfake untuk melakukan penipuan.
Alfons menerangkan ancaman penipuan AI deepfake pada dasarnya menargetkan korban dengan cara memperdayai mereka dan mencari keuntungan dari hal tersebut.
Tak hanya pakai AI deepfake, penipuan terkadang bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan rekayasa sosial.
Rekayasa sosial adalah teknik manipulasi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi pribadi atau data berharga dari seseorang.
Rekayasa sosial dijalankan dengan memanfaatkan kesalahan manusia, bukan kerentanan sistem.
"Aksi penipuan tak melulu memanfaatkan hasil AI, melainkan banyak yang lebih memfokuskan pada rekayasa sosial. Hal itulah yang perlu menjadi perhatian," kata dia saat diwawancari Kompas.com, Jumat (24/1/2025).
Sulit diidentifikasi
Terkait perkembangan teknologi AI deepfake sendiri, Alfons memperingatkan, masyarakat perlu memahami bahwa semakin ke sini bisa kian sempurna karena data baru akan selalu bertambah di digital dan internet.
“Jadi kalau hari ini hasil defect (cacat) oleh AI masih dapat diidentifikasi dengan mata telanjang, maka AI ini ke depan akan mampu memperbaiki dirinya dengan menambahkan lebih banyak data lagi sehingga makin sulit untuk diidentifikasi,” jelas dia.
Dengan berbekal AI, penipu bisa membuat berbagai gambar, video, atau suara palsu menyerupai aslinya.
Menurut Alfons, kelemahan-kelemahan AI yang tadinya mudah terdeteksi oleh AI lain sekalipun, ke depan bisa saja disempurnakan dengan baik.
"Sehingga mengandalkan AI untuk mendeteksi AI palsu bisa saja dilakukan, tapi bukan jaminan akan mampu mendeteksi semua konten manipulasi AI," ucap dia.
Manfaatkan situasi
Hasil AI deepfake bisa diolah menjadi iklan tiket murah, pernyataan dari tokoh terkenal, pemalsuan dokumen penting, serta pencurian data.
Alfons mengungkapkan, sayangnya, penipu bisa saja sangat jeli untuk memanfaatkan situasi terkini dalam melancarkan aksinya.
Data-data yang dibutuhkan serta digunakan oleh penipu, dapat dicuri dari akun media sosial aslinya atau didapatkan dari pencarian internet.
Setelah itu, data tersebut diedit sesuai keinginan.
Bahkan akun media sosial yang mempunyai banyak pengikut, tak luput bisa dijadikan jalan penipuan oleh pihak tak bertanggung jawab menggunakan AI deepfake.
“Pada prinsipnya, jika Anda melakukan transaksi finansial, akan sangat riskan jika melakukan transfer hanya berdasarkan kepercayaan pada kredibilitas akun Instagram atau media sosial lain," tutur Alfons.
Akibat aksi penipuan AI deepfake, korban bukan tidak mungkin bisa merugi hingga ratusan juta rupiah.
(kompas.com)
5 Cara Seru Ajak Anak Tumbuh Kreatif dan Percaya Diri Bareng Orang Tua di McKids |
![]() |
---|
Syarat dan Cara Daftar jadi Peserta Upacara HUT Kemerdekaan RI di Istana Negara Secara Online |
![]() |
---|
Cara Daftar Upacara 17 Agustus 2025 di Istana Merdeka, Pendaftaran Dibuka Hari Ini 4 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Mengenal Investasi SBN Ritel: SBR014 dan Manfaatnya bagi Milenial |
![]() |
---|
6 Manfaat Gokil Minum Kopi Hitam di Pagi Hari, Nomor 4 Diam-diam Ampuh! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.