Tol Jogja Solo

SIAPA Itu Mbah Celeng atau Kyai Kromo Ijoyo yang Makamnya Direlokasi karena Kegusur Tol Jogja-Solo?

Nama Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng menjadi pembicaraan hangat beberapa waktu ini di media sosial. Siapa dia dan apa kiprahnya di dunia?

Tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin
Komplek makam Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng di Padukuhan Ketingan, Kalurahan Tirtoadi Kabupaten Sleman yang tergerus pembangunan jalan tol Jogja - Solo Paket 2.2 

TRIBUNJOGJA.COM - Nama Kyai Kromo Ijoyo atau Mbah Celeng menjadi pembicaraan hangat beberapa waktu ini di media sosial.

Hal ini karena makam Kyai Kromo itu direlokasi akibat tergusur pembangunan Tol Jogja-Solo Paket 2.2.

Makam Kyai Kromo berada di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman. Pemindahan makam sudah dilakukan Kamis (16/1/2025).

Sebelumnya, Rabu (15/1/2025), putri pertama Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi telah memimpin ritual pemindahan makam Kyai Kromo atau Mbah Celeng.

Prosesi dimulai sekitar pukul 15.10 WIB. Gusti Mangkubumi didampingi Lurah Tirtoadi, Mardiharto dan Humas Proyek Tol Jogja-Solo Seksi 2 Paket 2.2 PT Adhi Karya, Agung Murhandjanto.

Gusti Mangkubumi bersama rombongan memasuki area makam dengan membawa uborampe berupa pisang dan kembang setaman, termasuk dua pohon pule.

Setelah itu, puteri Kraton Ngayogyakarta tersebut berdoa untuk memohon doa restu.

Prosesi dilanjutkan dengan kirab bregodo yang mengapit pohon pule, menuju makam relokasi yang jaraknya tidak jauh dari situ.

Kedua pohon pule tersebut ditanam dibelakang makam relokasi.

Sebelum menanam pohon, Gusti Mangkubumi memasukkan kembang setaman ke dalam lubang yang sudah disiapkan.

Sebenarnya, siapa Kyai Kromo Ijoyo tersebut?

PT Adhi Karya melakukan sugengan atau upacara adat sebelum melakukan relokasi Makam Mbah Celeng, Jumat (08/11/2024).
PT Adhi Karya melakukan sugengan atau upacara adat sebelum melakukan relokasi Makam Mbah Celeng, Jumat (08/11/2024). (Istimewa)

Dari kisah yang beredar di masyarakat, Kyai Kromo merupakan salah satu pendiri Kampung Ketingan yang hidup di masa penjajahan Belanda.

Ia mengungsi dan keluar dari Keraton Yogyakarta hingga hidup di Ketingan.

Konon, Kyai Kromo ini juga merupakan prajurit Pangeran Diponegoro.

Menurut kepercayaan masyarakat, Mbah Celeng merupakan sosok yang memiliki cerita mistis dan historis di kalangan masyarakat setempat, terutama di Padukuhan Ketingan, tempat ia dimakamkan.

Namun, detail mengenai kehidupannya, apa yang dilakukan selama hidup, dan kontribusinya lebih banyak tercatat dalam bentuk cerita rakyat atau kepercayaan lokal, bukan dalam catatan sejarah formal.

Sebagian besar cerita yang berkembang cenderung mengaitkan Mbah Celeng dengan hal-hal keramat dan dihormati sebagai tokoh leluhur.

Kemungkinan beliau dianggap sebagai tokoh dengan peran penting di daerahnya, baik dalam aspek keagamaan, spiritual, maupun sosial.

Beberapa kepercayaan terkait makamnya juga menunjukkan bahwa beliau dihormati karena dianggap memiliki kekuatan gaib atau sebagai pelindung masyarakat.

Dimana makam barunya akan dibuat?

Bangunan komplek Makam Baru Kyai Kromo Ijoyo di Sleman
Bangunan komplek Makam Baru Kyai Kromo Ijoyo di Sleman (Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin)

Adapun kompleks makam baru berjarak sekira 300 meter dari kompleks makam sebelumnya.

Komplek makam menempati tanah kasa desa (TKD) Kalurahan Tirtoadi seluas 175 meter persegi.

Bangunan makam dibuat berundak dan dipagar keliling.

Liang kubur bagian atas ditempati oleh jenazah Kyai Kromo Ijoyo.

Di sebelahnya, tersedia satu liang kubur lagi yang digunakan untuk memindahkan makam istrinya.

Sedangkan, di bagian pelataran komplek makam, terdapat satu pusara, yang hingga kini belum diketahui namanya. 

Menurut Agung, hampir tidak ada kendala dalam proses pemindahan makam.

Hanya, pihaknya sangat hati-hati dan mengedepankan adat istiadat yang berlaku di wilayah setempat.

Sebab, kata dia, almarhum Kyai Kromo Ijoyo merupakan tokoh pendiri atau cikal bakal yang menurunkan ahli waris masyarakat padukuhan Ketingan.

Adapun sugengan atau ritual doa dilakukan sebagai sarana memohon kepada Tuhan agar diberikan kelancaran dan keselamatan dalam prosesi pemindahan makam. 

"Menurut catatan beberapa informasi, almarhum adalah salah satu prajurit dari pangeran Diponegoro yang membantu perjuangan pangeran Diponegoro dalam perang melawan kolonialisme Belanda," kata Agung. 

Bangunan komplek makam yang baru memang terlihat belum sempurna. Baru bangunan berundak dan pagar keliling. Belum ada atap.

Bangunan dindingnya juga belum diplester, apalagi dicat. 

Mardiharto berharap setelah bangunan komplek makam disempurnakan ke depan, makam Kyai Kromo Ijoyo bisa dijadikan sebagai destinasi wisata religi.

Apalagi di Padukuhan setempat sudah terbentuk desa wisata Ketingan.

Kemudian depan tinggal dikembangkan dengan daya tarik desa wisata, adat dan budaya masyarakat serta didukung keberadaan embung Ketingan. 

"Jadi mudah-mudahan besok makam ini bisa jadi destinasi wisata religi. Harapan kami begitu," katanya.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved