Berita Pendidikan Hari Ini

UII Perkuat Jejaring Internasional dengan Istanbul Foundation for Science and Culture

Kemitraan strategis ini memperkuat pelaksanaan catur dharma UII yakni dalam hal pendidikan, penelitian, pengabdian dan dakwah Islamiyyah.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Ardhike Indah
Universitas Islam Indonesia (UII) memperkuat jejaring internasional bersama Istanbul Foundation for Science and Culture dari Turkiye dengan penandatanganan MoU dan seminar internasional di Kampus UII, Selasa (26/11/2024) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Universitas Islam Indonesia (UII) memperkuat jejaring internasional bersama Istanbul Foundation for Science and Culture dari Turkiye.

Kemitraan strategis ini dalam memperkuat pelaksanaan catur dharma perguruan tinggi UII yakni dalam hal pendidikan, penelitian, pengabdian dan dakwah Islamiyyah.

Ketua Tim Kerja Sama, Dr. Mukhsin Ahmad, S,Ag., M.Ag menjelaskan, secara spesifik, kemitraan ini akan diproyeksikan untuk menjalin kerjasama di bidang penguatan manajemen akademik, kolaboratif riset, pertukaran mahasiswa, fasilitasi mahasiswa internasional dan penguatan bidang administratif lainnya.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Fakultas Ilmu Agama Islam UII melalui Program Studi Magister Ilmu Agama Islam, Program Studi Hukum Islam Program Doktor berkolaborasi dengan dua Fakultas lain yang ada di UII yakni Fakultas Hukum melalui Program Studi Hukum Program Sarjana dan Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya melalui prodi Hubungan Internasional.

“Bentuk Kerjasama ini dituangkan dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) antara UII dengan Istanbul Foundation for Science and Culture,” katanya.

Kesepakatan ini ditandatangani oleh kedua pimpinan yakni Prof Fathul Wahid, ST,M.Sc.,Ph.D selaku Rektor UII dan Said Yuce selaku presiden eksekutif Istanbul Foundation for Science and Culture di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus UII, Selasa (26/11/2024).

Sebagai awal bentuk implementasi dari MoU ini adalah kegiatan seminar internasional yang bertemakan “Post-Islamism: A New Islamic Political Civilization in Indonesia and Turkey”.

Tema ini diangkat karena antara Turkiye dan Indonesia memiliki kesamaan sekaligus perbedaan.

Kesamaan yang dimaksud adalah keduanya sama sama ingin melakukan politik kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu warga negara dari Islamisme yang memiliki potensi kecenderungan disintegrasi dalam berbangsa dan bernegara.

“Perbedaannya, kalau di Turkiye, Mustafa Kemal Attaturk mengambil pilihan dari negara Islam menjadi negara sekuler, sedangkan di Indonesia mendasarkan dasar negara Pancasila dari sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa,” bebernya.

Dia menjelaskan, setelah Islamisme menjadi pilihan yang tidak ideal dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, maka post-Islamisme ini menjadi arah baru bagaimana Indonesia dan Turkiye menemukan bentuk peradaban baru yang lebih cocok untuk mengemas dan mengakomodasi bagaimana kekuatan agama dan negara ini sebagai simbiosis mutualisme yang saling mendukung satu sama lain.

“Agama butuh negara sebagai wadah mewujudkan ekspresi keberagamaan, sedangkan negara butuh agama tentu sebagai basis moral dalam penyelenggaraan berbagnsa dan bernegara. Untuk itulah seminar nasional ini digelar dengan harapan bisa menemukan arah (trajectory) peradaban baru politik Islam ke depan dalam memperkuat fondasi nalar politik yang lebih humanis dan kosmopolit,” tukasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved