Berita di DI Yogyakarta Hari Ini
Ojol Yogyakarta Tuntut Kenaikan Tarif dan Regulasi yang Lebih Adil, Pemda DIY Siap Fasilitasi
Mereka menuntut kenaikan tarif yang sudah dua tahun stagnan dan pengaturan yang lebih jelas terkait pengantaran makanan dan barang.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Ratusan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Forum Ojol Yogyakarta Bergerak (FOYB) menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur DIY, Kamis (29/8).
Mereka menuntut kenaikan tarif yang sudah dua tahun stagnan dan pengaturan yang lebih jelas terkait pengantaran makanan dan barang.
Massa aksi yang ngotot ingin bertemu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, akhirnya membubarkan diri setelah melakukan mediasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono.
Dalam mediasi tersebut, terungkap bahwa tuntutan para pengemudi ojol lebih bersifat regulasi pusat.
"Ternyata kan lebih luas tuntutannya berkaitan dengan regulasi di Pusat," jelas Beny.
Menanggapi hal ini, Pemda DIY berjanji akan memfasilitasi perwakilan FOYB untuk menyampaikan tuntutan mereka langsung ke kementerian terkait di Jakarta.
"Kalau temen-temen tetap berkehendak ingin ke Jakarta kita dampingi sampai ketemu kementerian terkait," kata Beny.
"Soal keinginan bertemu Pak Gubernur, saya jelaskan memang tidak bisa dipastikan. Dalam waktu pendek disepakati mereka ingin bertemu Sultan sekadar ingin menyampaikan tuntutan, dan disepakati akan kami fasilitasi," jelas dia.
Diberitakan sebelumnya, ratusan pengemudi ojol tiba sekira pukul 11.00 WIB, mendesak bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk menyampaikan tuntutannya.
Diharapkan, tuntutan tersebut dapat ditindaklanjuti ke Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Koordinator lapangan FOYB, Sapto menegaskan bahwa yang menjadi tuntutan dalam aksi ini yakni kenaikan tarif layanan penumpang dan adanya regulasi yang lebih jelas untuk layanan pengiriman makanan dan barang.
Menurutnya, sesuai kewenangan yang tertuang dalam Peraturan Menteri 12 2019 Pasal 20 ayat (2) dan (3) bahwa Gubernur Memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan dan menindaklanjuti masukan dan pendapat dari masyarakat terkait penyempurnaan dan perbaikan regulasi tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
"Maka kami memohon kepada Gubernur DIY untuk berkenan mempertemukan kami dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta," terangnya.
"Pemda DIY cukup melakukan pendampingan selama kami di Jakarta, nanti kami sendiri yang akan memaparkan tuntutan-tuntutan dan kajian-kajian kepada Kementerian Perhubungan," imbuhnya.
Lebih lanjut, FOYB menilai saat ini sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 667 Tahun 2022, untuk tarif minimum ketentuannya adalah jika jarak antar di bawah 4 kilometer maka driver berhak menerima upah 8000/trip bersih.
"Kami menuntut tarif minimum 9000/trip atau 10.000/trip under 4 kilometer," menjadi satu di antara tuntutan massa.
Kemudian ketentuan lainnya dari Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 667 Tahun 2022 mengenai tarif Batas Bawah untuk Zona II adalah 2000/ kilometer.
Massa aksi menuntut kenaikan tarif menjadi 2200/ kilometer.
Untuk Tarif Batas Atas yang sebelumnya sebesar 2500/ kilometer, massa aksi menuntut menjadi 2700/ kilometer.
Sedangkan potongan aplikasi yang sebelumnya sebesar 20 persen pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022, diubah kembali menjadi 15 persen seperti Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 667.
"Adapun dasar tuntutan angka 1 sampai 3 adalah karena ketentuan tarif yang tertuang dalam KP 667 sudah berlaku selama 2 tahun sedangkan selama 2 tahun tersebut sudah terjadi 2 kali kenaikan UMR serta kenaikan BBM yang berimbas pada naiknya kebutuhan pokok dan beban hidup driver menjadi semakin berat makanya diperlukan penyesuaian tarif untuk menjamin keberlangsungan pengguna sepeda motor," terangnya.
Sedangkan dasar tuntutan tersebut sebab selama ini driver tidak mengetahui penggunaan potongan 5 persen tersebut, manfaat yang diterima driver pun tidak terasa secara langsung, serta dapat membantu mengurangi beban kenaikan tuntutan pertama dan ketiga.
"Maksudnya jika potongan aplikasi kembali ke 15 persen kami tidak akan menuntut terlalu tinggi untuk ketiga tuntutan di atas," terangnya.
Selanjutnya, FOYB menuntut hadirnya regulasi layanan makanan dan barang. Saat ini regulasi mengenai tarif makanan dan barang belum ada sehingga terjadi persaingan bisnis yang tidak sehat antar aplikator dengan memberikan tarif rendah atas biaya jasa antar makanan dan barang.
"Mereka bebas menentukan tarif berapapun.Shopee Food sampai sekarang bertahan di angka Rp 6400 dengan program Hub, Grab juga Rp 6400 dengan program Slot bahkan GOJEK memberi tarif Rp 5000 dengan program MJD. Ini tentu saja sangat merugikan driver selain karena minimnya pendapatan, driver juga otomatis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai target pendapatan harian," terangnya.
Ditambahkannya, aplikator-aplikator tersebut justru membebani driver dengan hadirnya double order.
Adapun dampak buruk terhadap driver adalah tarif semakin rendah, karena 2x kerja tidak dibayar 2 kali upah setara, bolak balik ke 2 resto meningkatkan risiko perjalanan, jatuh, tabrakan dll, lama nunggu sehingga membuang waktu driver, dengan waktu yang lama maka tenaga pun ikut terkuras, risiko makanan cair dan benyek karena beda menu dan beda resto serta rawan komen negatif dari konsumen.
"Akhirnya driver menjadi korban dari persaingan para aplikator. Sedangkan di sisi lain aplikator-aplikator tersebut justru mendapatkan manfaat atas layanan makanan, karena mereka menetapkan biaya jasa kepada resto dengan potongan sebesar 20 persen dari total penjualan dan juga masih menetapkan biaya lain lain kepada konsumen. Jadi aplikator mendapat 3 sumber pemasukan yaitu dari driver berupa potongan ongkir, lalu dari resto berupa bagi hasil penjualan dan dari konsumen berupa biaya lain lain," ungkap Sapto dalam tuntutannya.
"Ini tentu saja menjadi ironi ketika kami driver justru dibayar hanya Rp 5000 untuk waktu yang tidak sedikit. Atau kami hanya mendapatkan Rp 8000-an untuk 2 kali pengantaran yang pastinya membutuhkan waktu serta tenaga yang juga tidak sedikit. Pada titik ini kami beranggapan aplikator telah melakukan eksploitasi kepada driver," lanjutnya.
"Andai saja regulasi tersebut ada seperti halnya regulasi pada layanan penumpang dengan KP 667 maka saat ini tarif makanan dan barang pasti akan sama berlaku di tiap aplikator serta kami mendapatkan tarif yang layak," tambahnya.
Oleh karenanya, lanjut Sapto, FOYB memohon kepada Kementerian Perhubungan untuk berkenan mewujudkan harapan kami mengenai regulasi makanan dan juga barang.
Adapun beberapa poin yang perlu diatur dalam regulasi tersebut adalah menyamaratakan tarif makanan dan barang di setiap aplikator, memberikan kepastian hukum mengenai layanan makanan dan barang, mendefinisikan tarif berlaku untuk 1 pengantaran, mempermudah jaminan sosial dan menghilangkan double order (kalaupun ada maka tarifnya harus 2x lipat).
"Untuk hal-hal lain yang perlu diatur dalam regulasi tersebut tetapi belum disebutkan diatas, maka kami mohon untuk dilibatkan dalam pembuatan regulasi makanan dan juga barang. Kami sebelumnya telah melakukan kajian-kajian hukum yang menunjukkan bahwa KemenHub memiliki kewenangan untuk membuat regulasi makanan dan juga barang. Semoga kajian kajian tersebut menjadi pertimbangan KemenHub dalam menyetujui permohonan kami," pungkasnya. ( Tribunjogja.com )
Jogja Book Fair 2024, Modal Jogja Menuju Kota Buku Nasional |
![]() |
---|
Sekda DIY: Posisi Yogyakarta bisa Sebagai Pusat Inovasi Sektor Gizi |
![]() |
---|
Sri Sultan HB X Tak Suka Diistimewakan, Pilih Tanpa Pengawalan di Jalan Raya |
![]() |
---|
Pameran Komik Perempuan 'Daya Dara' Digelar di Bentara Budaya Yogyakarta |
![]() |
---|
LD PWNU DIY dan Pusat Studi Haji dan Umrah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gelar Sarasehan Haji |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.