Viral Medsos

Apa Itu All Eyes on Papua yang Menggema di Medsos? Ini Inti Masalah dan Kronologi

Apa itu All Eyes on Papua? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Papua? All Eyes on Papua bergema untuk membantu menyuarakan perlindungan terhadap

|
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Joko Widiyarso
X
Apa Itu All Eyes on Papua? Apa yang sedang terjadi di Papua? 

TRIBUNJOGJA.COM - Setelah ramai tagar On Eyes on Rafah tak berselang beberapa hari tagar All Eyes on Papua menjadi trending. Emang ada apa?

Poster yang bertuliskan All Eyes on Papua yang berlatar belakang pohon gundul yang memenuhi lahan ini banyak beredar di media sosial termasuk X hingga Instagram.

Poster itu bernada sama dengan upaya masyarakat global yang menyuarakan penderitaan warga Palestina yang tengah dibombardir serangan Israel di Rafah.

Arti All Eyes on Papua dalam bahasa Indonesia berarti 'semua mata tertuju pada Papua'. Itu bisa diartikan bahwa masyarakat peduli dengan apa yang tengah terjadi di Papua.

Ungkapan ini menunjukkan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap hutan Papua yang disebut-sebut akan dijadikan lahan perkebunan sawit.

Dikutip Tribunjogja.com dari laman Kompas, All Eyes on Papua berkaitan dengan permintaan masyarakat adat Awyu dan Moi agar hutannya dikembalikan dan diselamatkan dari pembukaan perkebunan sawit.

Baca juga: Apa Itu All Eyes on Rafah yang Ramai di Media Sosial?

Sebelumnya, melalui laman petisi change.org Yayasan Pusaka Bentala Rakyat sejak 2 Maret 2024, mengajak orang-rang menandatangani petisi pencabutan izin sawit PT IAL.

Melalui petis itu dijelaskan bahwa menghilangkan hutan alam dengan luas separuh Jakarta adalah suatu bencana.

Akibat dari hilangnya rimba Papua untuk proyek perkebunan sawit PT IAL akan menghilangkan emisi 25 juta ton CO2.

Jumlah emisi tersebut sama dengan menyumbang 5 persen dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tentu tidak hanya di Papua, tetapi juga ke seluruh dunia.

All Eyes on Papua

Apa Itu All Eyes on Papua
Apa Itu All Eyes on Papua (X)

All Eyes on Papua bergema untuk membantu menyuarakan perlindungan terhadap berhektar-hektar lahan hutan.

Hutan masyarakat Awyu memang sudah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah.

Proyek tersebut dioperasikan oleh tujuh perusahaan, yakni PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM. Tak hanya itu, pemerintah provinsi juga mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL.

PT tersebut mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar yang sebagian berada di hutan adat marga Moro, bagian dari suku Awyu.

Pemberian izin lingkungan kepada PT IAL kemudian digugat oleh Hendrikus Woro yang kini tengah bergulir di MA.

Atas pembukaan perkebunan sawit di Bumi Cenderawasih, suku Awyu dari Boven Digoel dan suku Moi di Sorong menggelar aksi damai di depan Gedung MA, Senin (27/5/2024).

Masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar lanataran lahan tersebut menjadisumber penghidupan utama bagi masyarakat adat. Luas itu disebut sebesar setengah dari Jakarta.

Hanya mengenakan baju khas suku masing-masing sambil menggelar ritual adat dan memanjatkan doa, Suku Awyu dan Moi meminta supaya MA menjatuhkan putusan dan membatalkan izin perusahaan sawit yang sedang mereka lawan.

Suku Awyu dan Moi ajukan gugatan Suku Awyu tidak hanya menggugat PT IAL, namun juga mengajukan kasasi atas PT KCP dan PT MJR.

Suku Awyu sebelumnya kalah ketika mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka kemudian mengajukan banding dan dimenangkan oleh hakim PTUN Jakarta.

Di sisi lain, suku Moi juga sedang melakukan perlawanan terhadap PT SAS yang menggunduli 18.160 hektar hutan adat untuk perkebunan sawit.

PT SAS sempat memegang konsesi seluas 40.000 hektar lahan di Kabupaten Sorong, namun pemerintah mencabut izin pelepasan kawasan hutan dan izin usaha pada 2022.

Keputusan pemerintah tersebut kemudian direspons melalui gugatan ke PTUN Jakarta.

Mengenal Suku Awyu dan Moi

Siapa suku Awyu dan Moi? Suku Awyu yang melawan pembabatan hutan adat untuk pembukaan perkebunan sawit adalah salah satu dari ratusan kelompok suku adat di Papua.

Suku tersebut mendiami beberapa wilayah di Kabupaten Mappi dan Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.

Dilansir dari laman Greenpeace, Suku Awyu yang menggunakan dialek Awyu bermukim di di dekat Sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, dan Sungai Digoel, serta daerah lahan gambut dan rawa.

Sementara itu, Suku Moi yang berupaya menyelamatkan hutan adatnya dari kemusnahan banyak ditemui di sebagian daerah Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Dilansir dari indonesia.go.id, Suku Moi terbagi ke dalam tujuh subsuku, yakni Moi Kelim, Moi Abun That, Moi Abun Jhi, Moi Salkma, Moi Klabra, Moi Lemas, dan Moi Maya.

Suku Moi sejak zaman dahulu sudah terbiasa melaut sehingga aktivitas mereka dengan melaut dan perahu tidak bisa dilepaskan.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved