Pilpres 2024

Arti Dissenting Opinion saat Sidang MK, Pertama dalam Sepanjang Sejarah Sidang Sengketa Pilpres

Dalam hukum, dissenting opinion adalah pendapat yang diajukan oleh hakim yang tidak setuju dengan keputusan mayoritas suatu perkara.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
KOMPAS.COM/ VITORIO MANTALEAN
Mahkamah Konstitusi memutus sengketa Pilpres 2024 dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Senin (22/4/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM - Mahkamah Konstitusi telah menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan capres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfudh MD.

Namun terdapat tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion terkait putusan MK tersebut.

Ketiga hakim MK itu yakni Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat. Namun, adanya dissenting opinion ini tidak mengubah keputusan MK.

"Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat dissenting opinion dari tiga orang hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbainingsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat," papar Suhartoyo.

Arti Dissenting Opinion

Dalam hukum, dissenting opinion adalah pendapat yang diajukan oleh hakim yang tidak setuju dengan keputusan mayoritas suatu perkara. Sederhananya, dissenting opinion artinya perbedaan pendapat.

Itu artinya, pada kasus putusan sengketa Pilpres 2024, ketiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion tidak setuju dengan keputusan MK yang menolak permohonan Anies-Muhaimin.

Dikutip dari laman Cornell Law School, dissenting opinion dapat mempertahankan sudut pandang minoritas mengenai isu diperebutkan.

Hal itu juga berkontribusi pada perdebatan publik mengenai isu-isu tersebut.

Adapun pranata dissenting opinion baru muncul di sistem hukum di Indonesia setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, demikian diketahui dari karya ilmiah Universitas Lampung (Unila).

Selain itu, awalnya dissenting opinion diperkenalkan pada pengadilan niaga saja.

Seiring berjalannya waktu, perbedaan pendapat tersebut diperbolehkan dalam jenis pengadilan lain.

Sejarah terjadi pada sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). Untuk kali pertama, majelis hakim tidak bulat dalam memutus dugaan kecurangan pemilu.

Dari 8 hakim yang memutus sengketa ini, 5 hakim setuju menolak permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sedangkan 3 lainnya menyatakan tidak setuju (dissenting opinion, pendapat berbeda) atas penolakan itu.

Seandainya Ketua MK Suhartoyo masuk dalam kelompok hakim yang dissenting, skor akan menjadi 4-4 dan MK bisa saja memutus pemungutan suara ulang (PSU) sebagaimana diminta para pemohon.

Pasalnya, dalam skor imbang, putusan yang diambil akan melihat di mana posisi ketua sidang, dalam hal ini Suhartoyo. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved