Berita Pendidikan Hari Ini

Guru Besar UGM Luncurkan Buku Menolak Dehumanisasi 

Buku ini hadirkan pemikiran sosial kritis soal perkembangan dan praktik digital serta transformasi ekonomi-politik liberal terhadap hak warga negara.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Ilustrasi UGM 

Tribunjogja.com - Guru Besar Departemen Sosiologi UGM Prof. Dr. Heru Nugroho bersama penulis lainnya, Gregorius Ragil Wibawanto,  A.B Widyanta dan Rizqyansyah Fitraramadhana menulis buku Proliferasi Pemikiran Sosial Kritis: Memaknai Emansipasi, Menolak Dehumanisasi.  

Buku setebal 314 halaman yang diterbitkan oleh Kanisius ini, menghadirkan hasil pemikiran sosial kritis soal perkembangan dan praktik digital serta transformasi ekonomi-politik liberal berpengaruh terhadap hilangnya hak warga negara.

Perkembangan dan kemajuan teknologi adalah hal yang tidak dapat dihindari.

Pada satu sisi, teknologi canggih dan modern memberikan berbagai kemudahan dalam segala aspek kehidupan manusia.

Tapi di sisi lain, kesenjangan yang ditimbulkan menyebabkan adanya fenomena dehumanisasi.

Melalui sudut pandang sosiologi kritis, argumen dalam buku berusaha mengelaborasi jurang kesenjangan dan efek negatif dari perubahan neoliberal.

Munculnya kerentanan pekerja akibat teknologi, hak-hak digital masyarakat, aksesibilitas pendidikan, hingga privatisasi layanan publik menjadi problematika yang mengancam kesejahteraan masyarakat.

Buku ini mengajak pembaca untuk turut berpikir kritis dan mencari solusi atas modernisasi yang tidak terhindarkan ini.

Rizqyansyah Fitraramadhana, S.Sos, sebagai salah satu penulis dalam buku tersebut turut menyampaikan keresahannya akan sulitya akses pendidikan di Indonesia.

Baca juga: CfDS UGM Sebut Bayar Kuliah Pakai Pinjol Beratkan Mahasiswa, Bunga Bisa Capai 1,75 Persen per Bulan

Menurut Rizqy, kondisi sulitnya akses ke pendidikan tinggi turut menjadi penghambat tercapainya Indonesia Emas 2024.

Masa di mana Indonesia akan menghadapi bonus demografi adalah berkah sekaligus tantangan.

Padahal diperlukan sumber daya intelektual yang kuat dan masif untuk dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan.

“Tentunya universitas sebagai agen pendidikan memiliki peran penting untuk menghasilkan sumber daya manusia yang mampu menguasai kemampuan di bidang baru,”  kata Risqy dalam rilis yang dikirim Kamis (4/4/2024). 

Kondisinya menurut Rizqy menimbulkan paradox, dimana Indonesia Emas membutuhkan SDM yang sangat banyak, tapi di sisi lain kita menemukan realitas biaya kuliah semakin tinggi.

Paradox lainnya adalah misalnya pemerintah menginginkan sumber daya dengan keterampilan tinggi, tapi dana APBN untuk perguruan tinggi tidak sampai 2 persen.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved