Ramadan 2024

Jemunak, Kuliner Tradisional Khas Warga Gunungpring yang Hanya Diproduksi Saat Bulan Ramadan

Jemunak atau sejenis bubur kenyal manis merupakan kuliner tradisional yang hanya dapat ditemui sepanjang bulan suci Ramadan .

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Gaya Lufityanti
DOkumentasi Diskominfo Jateng
Proses pembuatan jemunak, makanan takjil dari Desa Gunungpring, Muntilan, Magelang. 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Jemunak atau sejenis bubur kenyal manis merupakan kuliner tradisional yang hanya dapat ditemui sepanjang bulan suci Ramadan .

Makanan yang biasa dijadikan menu takjil buka puasa ini diproduksi di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang , Provinsi Jawa Tengah.

Selain hanya dapat dijumpai saat Ramadan, keunikan jemunak adalah cara membuatnya yang masih menggunakan cara dan peralatan tradisional.

Mulanya bahan dasar jemunak berupa ketela pohon diparut lebih dulu sebelum dikukus setengah matang. Kemudian dicampur dengan ketan dan kembali dikukus hingga matang.

Selanjutnya, ditumbuk menggunakan lumpang batu dan alu dari kayu.

Barulah kudapan ini disajikan di atas daun pisang dengan ditaburi parutan kelapa dan juruh atau gula merah cair.

Bukan sekadar panganan, kemunculan jemunak yang sudah turun temurun itu menyimpan filosofi tersendiri bagi masyarakat sekitar. Yakni keikhlasan bagi orang yang berpuasa akan membuahkan berkah.

Baca juga: Pasar Ramadan Dibuka di Plaza Kuliner Glagah, Hadirkan Puluhan Kuliner Hasil Laut Kulon Progo

Sehingga nama jemunak lahir dari kalimat 'ujung-ujung ketemu penak' yang berarti pada akhirnya akan menemui kenikmatan.

Salah seorang pembuat jemunak di Desa Gunungpring, Ponisih mengungkapkan, tidak lengkap kalau buka puasa tanpa jemunak.

“Ujung-ujung ketemu penak itu maksudnya ya setelah puasa seharian, nantinya akan dapat kenikmatan saat berbuka,” ujarnya, saat ditemui beberapa hari lalu.

Ponisih adalah generasi kelima yang memproduksi jemunak di keluarganya. Namun, ia hanya berproduksi jika Ramadan tiba.

Di luar itu, ia tidak berproduksi sekalipun mendapat pesanan dari masyarakat.

“Ya saat puasa saja, kalau tidak ya tidak buat. Kalau ada pesanan di luar bulan puasa saya tolak,” tegasnya.

Menurut Ponisih, jemunak menjadi sajian “wajib” terutama bagi masyarakat Gunungpring saat berbuka puasa. Buktinya, hingga saat ini, ia tidak pernah sepi dari permintaan membuat jamunak.

“Tiap hari menghabiskan 25 kilogram ketela. Itu kalo diolah menjadi sekitar 700 bungkus,” paparnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved