Tim FMIPA UI Sosialisasi Inventarisasi Potensi Tanah Longsor di Gedangsari Gunungkidul 

Ketua Tim Pengmas, Adi Wibowo, mengatakan Kapanewon Gedangsari merupakan salah satu daerah paling rawan mengalami bencana tanah longsor.

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Gunungkidul 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di wilayah Gunungkidul.

Kegiatan pengabdian tersebut terkait sosialisasi hasil Inventarisasi Potensi Bencana Alam Tanah Longsor di Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.

Kegiatan ini juga melibatkan Universitas Gunung Kidul (UGK).

Ketua Tim Pengmas, Adi Wibowo, mengatakan Kapanewon Gedangsari merupakan salah satu daerah paling rawan mengalami bencana tanah longsor.

Hal itu mengingat kondisi wilayahnya yang berbukit-bukit dan berada di ketinggian 200-700 mdpl. 

"Daerah tersebut didominasi oleh jenis tanah latosol, batu-batuan induk vulkanik, dan sedimen taufan,"ujarnya  dalam keterangan tertulis, Jumat (1/3/2024).

Keadaan ini pun, kata Adi, didukung dengan pendataan yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Gunungkidul.

Data tersebut menunjukan pada tahun 2022 Kabupaten Gunungkidul telah mengalami bencana tanah longsor sebanyak 370 kali dan Kapanewon Gedangsari menduduki peringkat pertama dengan jumlah kejadian longsor terbanyak, yaitu 75 kali.

"Maka dari itu, inventarisasi potensi bencana alam tanah longsor ini dilakukan dengan mengamati kondisi fisik lingkungan dan didukung data kejadian longsor dari BPBD sejak tahun 2013 hingga 2023,"tuturnya.

Dia melanjutkan, Proses ini dilakukan untuk merumuskan permasalahan yang terjadi di Kapanewon Gedangsari baik dari segi kondisi fisik Kapanewon Gedangsari maupun sosial masyarakatnya. 

"Kemudian, dilanjutkan dengan pembuatan peta dari variabel-variabel penentu untuk menunjukkan daerah rawan bencana dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi tanah longsor,"jelasnya.

Proses ini dilakukan untuk merumuskan permasalahan yang terjadi di Kapanewon Gedangsari baik dari segi kondisi fisik Kapanewon Gedangsari maupun sosial masyarakatnya. 

"Kemudian, dilanjutkan dengan pembuatan peta dari variabel-variabel penentu untuk menunjukkan daerah rawan bencana dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi tanah longsor,"terangnya.

Menurutnya, meskipun masyarakat Kecamatan Gedangsari memiliki pengalaman dalam menghadapi tanah longsor, tetapi masih diperlukan peninjauan terhadap kebijakan pemerintah dan sistem peringatan dini guna meningkatkan kapasitas bencana di wilayah tersebut.

"Sebagai salah satu upaya mitigasi bencana oleh pemerintah daerah diperlukan buku potensi desa tentang bencana. Hal itu disampaikan untuk menanggapi masukan dari hasil diskusi dengan stakeholder, mencakup rekomendasi pemetaan pra-saat-setelah bencana termasuk kewenangan model pengelolaan bencana masing-masing,"jelasnya.

Dengan demikian, lanjutnya, kegiatan pada tingkat kelompok sangat membantu para individu untuk memiliki strategi yang lebih dalam menghadapi tanah longsor dan tidak hanya mengandalkan dirinya sendiri. 

Di Kapanewon Gedangsari, tingkat kapasitas masyarakat desanya cukup beragam, ada desa yang tergolong tangguh terhadap bencana dengan tingkat kapasitas masyarakatnya yang tertinggi adalah Desa Serut, Desa Hargomulyo, dan Desa Ngalang. 

"Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat yang lebih peka terhadap keamanan lingkungan dan cepat tanggapnya menyebabkan adanya strategi adaptasi yang dibuat berbeda dengan desa lainnya sehingga lebih mudah beradaptasi dengan baik,"terangnya.

Nantinya hasil pemetaan dan penelitian yang telah dilakukan, lanjut Adi, akan dipaparkan kepada tokoh masyarakat Kapanewon Gedangsari, serta instansi-instansi sebagai bahan diskusi.

Utamanya untuk menentukan langkah strategis untuk membantu masyarakat menghadapi bencana tanah longsor

"Tim pengmas berfokus pada upaya antisipasi dan adaptasi masyarakat terhadap bencana alam, khususnya tanah longsor. Kami menekankan pentingnya pemahaman kondisi tempat tinggal dan strategi adaptasi sebagai langkah proaktif dalam menghadapi bencana alam,"urainya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved