Kebijakan Masif Menggeber Kendaraan Listrik

Tampaknya, kebijakan masif itu tidak mampu mendorong konsumen bermigrasi dari kendaraan energi fosil ke kendaaraan listrik.

Editor: Sigit Widya
Dok UGM
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Dr Fahmy Radhi MBA. 

Oleh Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM

PADA pembukaan The 31th Indonesia International Motor Show atau IIMS 2024 pada 15 Februari 2024 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa pemerintah mendukung penuh pengembangan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Tanah Air.

Jokowi bahkan optimistis kendaraan listrik Indonesia akan mampu bersaing di pasar global.

Untuk merealisasikan dukungan tersebut, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan berbagai kebijakan secara masif guna menggeber kendaran listrik di Indonesia sejak 2017.

Sepanjang 2023, pemerintah terus berupaya memperkuat transformasi dari penggunaan kendaraan berbasis fosil menuju kendaraan listrik melalui berbagai kebijakan.

Pada 20 Maret 2023, pemerintah mengeluarkan program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBB) berupa insentif fiskal.

Insentif tersebut, antara lain, tax holiday selama 20 tahun untuk memperkuat ekosistem industri KBLBB, super deduction hingga 300 persen untuk R&D, pembebasan PPN atas impor mesin dan peralatan pabrik kendaraan listrik, serta pembebasan bea masuk completely knock down menjadi nol persen.

Tidak hanya insentif fiskal, pemerintah pun memberikan subsidi Rp10 juta untuk pembelian sepeda motor listrik dan Rp100 juta untuk pembelian mobil listrik.

Tampaknya, kebijakan masif itu tidak mampu mendorong konsumen bermigrasi dari kendaraan energi fosil ke kendaaraan listrik.

Jumlah kendaraan listrik hingga akhir 2023 masih sekitar 108.000 unit atau jauh dari target.

Awal 2024, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memang sudah membangun 1.124 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), 1.839 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), dan 9.558 Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di seluruh Indonesia.

Namun, tetap saja, ketersediaan SPKLU, SPBKLU, dan SPLU belum mampu menggeber peningkatan jumlah kendaraan listrik di Indonesia.

Berbagai kebijakan fiskal dan subsidi yang masif tersebut cenderung lebih menguntungkan produsen ketimbang konsumen.

Kebijakan-kebijakan itu justru berpotensi menjadikan Indonesia sebagai pasar belaka bagi kendaraan listrik produksi asing. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved