Puisi Mustafa Ismail
Puisi Batang Mustafa Ismail: Di alun alun kota, kita membentangkan kisah usang
Puisi Batang Mustafa Ismail: Di alun alun kota, kita membentangkan kisah usang
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
Puisi Batang Mustafa Ismail
Di alun-alun kota, kita membentangkan kisah usang:
Kalisalak mendadak jadi kampung yang riang
jalan-jalan berbatu menjadi ruang untuk bermain layang-layang
dari pemuda dusun hingga Sultan Mataram
orang-orang membuat janur di rumah masing-masing
lalu memasangnya di mulut jalan-jalan desa
mereka merakit bukit menjadi kebun-kebun bercahaya
seperti merawat kasih sayang pada semesta
“Dewi Rantan Sari, namaku,” katamu pada batang-batang padi
yang sebentar lagi menguning, pada pohon-pohon kelapa
yang tak henti menggerak-gerakkan nyiurnya
“Aku adalah daun-daun yang tumbuh di alis matamu.”
“Bhahurekso julukanku,” ujar lelaki itu,
sambil melepaskan seribu anak panah ke tengah sawah
“Akulah hujan yang turun di batang-batang padi
Sekaligus payung untuk rambut panjang Dewi Rantan Sari.”
Kalisalak mendadak jadi kamar pengantin
bagi sepasang pohon yang kasmaran
mereka menari diam-diam, dalam diam, sambil menyusun
ranting menjadi batang-batang kayu di Alas Roban.
Dan di pendopo Sultan Mataram, daun pintu dan jendela berderak
seperti petir terus berkilatan, seperti orkestra brutal
menyambar-nyambar gelas dan piring-piring makan
merobohkan tembok-tembok di halaman
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.