Sejarah dan Keunikan Stasiun Yogyakarta

Stasiun Yogyakarta mulai dioperasikan sejak tanggal 2 Mei 1887 dan merupakan stasiun kereta api kedua di kota Yogyakarta setelah Stasiun Lempuyangan

Penulis: Santo Ari | Editor: Iwan Al Khasni
KAI
Stasiun Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM - Kereta api menjadi salah satu moda transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk bepergian jarak jauh.

Dari banyaknya stasiun yang ada di Indonesia, Stasiun Yogyakarta merupakan salah satu tempat pemberhentian kereta tertua.

Stasiun Yogyakarta juga dikenal dengan sebutan Stasiun Tugu, karena lokasinya berdekatan dengan Tugu Yogyakarta.

Stasiun Yogyakarta berada di lokasi strategis, terletak di tengah kota Yogyakarta, sehingga stasiun ini dekat dengan objek wisata serta pusat belanja kawasan Malioboro.

Sejarah Stasiun Yogyakarta

Dilansir dari laman KAI, Stasiun Yogyakarta mulai dioperasikan sejak tanggal 2 Mei 1887 dan merupakan stasiun kereta api kedua di kota Yogyakarta setelah Stasiun Lempuyangan yang telah dioperasikan 15 tahun lebih awal.

Peresmian Stasiun Yogyakarta bersamaan dengan pembukaan lintas Yogyakarta-Cilacap sepanjang 176 km oleh perusahaan Staatsspoorwegen (SS).

Hal itu membuat Stasiun Yogyakarta sebagai stasiun pertama yang menghubungkan akses Yogyakarta dengan wilayah pelabuhan di selatan Jawa.

Selain itu, jalur kereta api di kota Yogyakarta pada awalnya dibangun untuk kebutuhan pengangkutan hasil bumi dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya yang menghubungkan kota Yogyakarta-Solo-Semarang.

Baru tahun 1905, Stasiun Yogyakarta mulai melayani kereta penumpang.

Stasiun Yogyakarta saat ini sudah menjadi stasiun besar dengan enam jalur kereta yang melayani kereta kelas bisnis dan eksekutif untuk berbagai kota tujuan di Pulau Jawa.

Namun jalur ke kota Semarang via Magelang justru sudah tidak beroperasi.

Bentuk Bangunan

Fasad atau bagian depan bangunan yang sekaligus pintu masuk utama stasiun menghadap ke arah timur atau ke arah Jalan Mangkubumi yang merupakan poros kota Yogyakarta.

Stasiun Yogyakarta dapat dikenali dapat dikenali ciri arsitektur langgam Indische Empire, di bagian depan bangunan.

Gaya ini banyak dianut pada akhir abad ke 19 dan menjadi gaya arsitektur kolonial modern pada awal abad ke 20 di Hindia Belanda.

Salah satu cirinya adalah susunan denah dan tampak bangunan yang simetris terkesan rapi dan sederhana, tidak terdapat bentuk-bentuk yang berlebih-lebihan yang juga merupakan pengaruh dari Neo Renaissance.

Namun demikian, pengaruh awal arsitektur modern juga terlihat kuat dengan ornamentasi bergaya Art Deco, berupa komposisi garis-garis vertikal dan horizontal serta lubang-lubang dinding roster yang berguna untuk cross ventilation sebagai pemberi karakter bangunan.

Pada kedua sisi terdapat bangunan terbuka dengan struktur baja beratap lebar yang memayungi area peron dan emplasemen.

Bangunan terbuka tersebut menunjukkan adanya penyesuaian terhadap iklim tropis setempat.

Penambahan overstek dengan atap berbentuk busur untuk melayani pertumbuhan penumpang yang semakin tinggi.

Suasana Stasiun Yogyakarta
Suasana Stasiun Yogyakarta (Istimewa)

Salah satu keunikan stasiun ini adalah letak bangunan stasiun diapit oleh peron dan jalur kereta api.

Komposisi itu disebut stasiun dua sisi, yaitu komposisi yang biasanya digunakan pada stasiun antara yang cukup besar.

Selain sebagai sebagai stasiun penumpang, Stasiun Yogyakarta hingga saat ini juga masih berfungsi sebagai tempat perawatan kereta.

Fasilitas tersebut terletak di bagian barat stasiun dan sedikit terpisah dari bangunan utama dan peron penumpang.

Peron dan ruang tunggu terletak dibagian kedua sisi utara dan selatan bangunan utama, dengan fasilitas tempat duduk yang diperbanyak sesuai lebar koridor yang ada.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved