Kisah Inspiratif

KISAH SUKSES Bisnis Tiwul Instan Buatan Purworejo, Omsetnya Jutaan per Bulan

usaha tiwul instan bermerek Thiwul Mbok Susanti. Desa Brunosari, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo

Penulis: Dewi Rukmini | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/Dewi Rukmini
Muhammad Nur Sidiq, warga Desa Brunosari, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menunjukkan kemasan produk tiwul instan bernama Thiwul Mbok Susanti di stan Bazar UMKM dan Ekonomi Kreatif di Art Center Kabupaten Purworejo, Minggu (29/10/2023). 

Bagi sebagian orang yang hidup di Pulau Jawa, mungkin tidak asing dengan makanan bernama tiwul. Makanan berbahan dasar singkong kering yang dihaluskan menjadi tepung itu, pada zaman dulu pernah dijadikan sebagai makanan pengganti nasi dari beras.

Thiwul
Thiwul (Tribun Jogja/ Hamim Thohari)

SEIRING berjalannya waktu, saat ini tiwul dijadikan sebagai salah satu menu jajanan pasar.

Meskipun ada beberapa wilayah yang masih menjadikan tiwul sebagai makanan khas pengganti nasi.

Makanan yang sering disebut sebagai makanan ndeso itu, jika dimanfaatkan dengan baik rupanya bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Seperti yang dialami warga Desa Brunosari, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, bernama Muhammad Nur Sidiq.

Pria berusia 34 tahun itu bisa menghasilkan belasan juta rupiah dari berbisnis tiwul.

Ia memiliki usaha tiwul instan bermerek Thiwul Mbok Susanti.

Usaha yang telah ditekuni Sidiq sejak 2015 tersebut, sudah memiliki NIB, sertifikat halal, dan Nomor PIRT 3103306010529-25 pada 2017 lalu.

Sidiq bercerita, awal berbisnis tiwul dimulai setelah pulang merantau dari Jakarta sekitar 2013 lalu.

Mantan pekerja serabutan di Jakarta itu mengaku sempat bingung mencari nafkah ketika memutuskan hidup di desa.

"Terus saya mencoba untuk mengambil peluang yang ada di sekitar desa dan paling dekat adalah singkong.

"Kala itu, saya melihat nenek tetangga jualan tiwul, terus saya berpikir kalau tiwul itu kayaknya berpotensi dijual di hotel," ucapnya kepada Tribunjogja.com, Minggu (29/10/2023).

Akhirnya, Sidiq pun mencoba menjualkan tiwul ke sejumlah acara semisal car free day (CFD) hingga diikutkan pameran.

Kemudian seiring berjalannya hari, Sidiq bertemu dengan petugas pendamping forum UMKM Kecamatan Bruno.

Dari sana, Sidiq mulai sering mengikuti pelatihan-pelatihan dan berusaha berinovasi serta terus belajar.

Ia mengaku sering mencari informasi terbaru dari Youtube untuk mengembangkan inovasi yang ada.

"Jujur melihat postingan dari Tiwul Ayu Mboksum Jogja dan Tiwul Cahaya Kebumen, membuat saya terinspirasi walaupun cuma lihat dari Youtube.

"Kemudian, saya coba membuat tiwul varian rasa dan Alhamdulillah diterima oleh masyarakat.

"Sehingga kebetulan di Purworejo, saya yang pertama kali bikin tiwul varian rasa. Rasa yang paling diminati sampai sekarang ada gula aren, gula aren keju, dan coklat keju," jelas dia.

Pada suatu hari, Sidiq mendapatkan pesanan tiwul dari Jakarta.

Kala itu, tiwul yang diproduksi Sidiq masih berupa tiwul basah, sehingga ketika sampai di Jakarta sudah tidak enak.

Akhirnya, Sidiq mencari tahu bagaimana cara agar tiwul lebih awet sehingga bisa dikirim ke tempat jauh.

"Kemudian saya ketemu itu tiwul kering. Jadi saya coba bikin tiwul instan. Jadi tiwulnya itu sudah matang terus dikeringkan dengan cara dijemur secara tradisional yakni di bawah matahari.

"Saya pernah coba mengeringkan pakai oven, tapi hasilnya tidak bagus, tidak ngembang, jadi harus pakai sinar matahari," katanya.

Sidiq menjelaskan, Thiwul Instan Mbok Susanti memiliki berat 250 gram per bungkus, setara dengan dua porsi makan.

Adapun, cara mengkonsumsi tiwul instan itu cukup mudah. Yakni tinggal cuci tiwul kering sampai bersih, kemudian tiriskan hingga setengah kering.

Selanjutnya, kukus tiwul selama sekitar 2 menit setelah air mendidih.

Thiwul Mbok Susanti memiliki satu vatian rasa original, sehingga apabila ingin diberi rasa coklat, manis gula, atau keju bisa ditambahkan ketika proses mengukus.

"Harga per bungkus hanya Rp12 ribu. Untuk distribusi, saya pernah kirim ke Jakarta, Jawa Tengah, Pekanbaru, dan Kalimantan. 

"Di Pekanbaru pernah kirim paling banyak 100 bungkus, kalau di Kalimantan mintanya curah, jadi saya kirim kiloan sekitar 40 kg tiwul instan," sebut dia.

Setiap hari, Sidiq memproduksi lebih dari 11 kg tiwul instan.

Ia pun setiap produksi membutuhkan sekitar 60 kg singkong mentah yang dipanen dari petani setempat di Desa Brunosari, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Adapun dari usahanya itu, Sidiq memperoleh omset hingga Rp12 juta per bulan.

"Untuk pemasaran, biasanya saya lewat pasar tradisional, pameran, dan CFD. Sekarang saya juga baru mencoba bikin produk tiwul open, itu kayak sagon tapi bahannya pakai tiwul," tandasnya. (Tribunjogja.com/drm)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved