Makna Tradisi Mubeng Beteng, Lampah Budaya untuk Mawas Diri
Aktivitas ini berupa prosesi mengelilingi beteng Kraton Yogyakarta berlawanan dengan arah jarum jam tanpa bicara dan tanpa alas kaki
TRIBUNJOGJA.COM - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat punya banyak agenda budaya yang masih dilestarikan sampai sekarang. Termasuk peringatan tahun baru Jawa yang merupakan hari pertama bulan Sura di penanggalan Jawa sesuai dengan bulan pertama Muharram dalam kalender Hijriyah.
Adalah tradisi Mubeng Beteng yang digelar setiap malam satu suro atau tanggal pertama tahun baru yang mengacu pada kalender penanggalan Jawa. Aktivitas ini berupa prosesi mengelilingi beteng Kraton Yogyakarta berlawanan dengan arah jarum jam tanpa bicara dan tanpa alas kaki.
Sebagai sebuah pemerintahan, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat tentunya memiliki benteng yang berfungsi untuk menghalau serangan musuh dan ancaman. Benteng Kraton Yogyakarta juga menjadi ikon serta saksi sejarah perjalanan pemerintahan termasuk dalam menjalankan tradisi Mubeng Beteng itu.
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat diketahui memiliki dua lapis tembok benteng. Pertama disebut dengan Beteng Cepuri yang mengelilingi kedhaton atau kawasan Kraton Yogyakarta bagian dalam. Kemudian Beteng Baluwarti yang melindungi sisi luar Kraton Yogyakarta meliputi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem.
Benteng Baluwarti dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan selesai pada era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II. Dulunya ada lima buah pintu atau dikenal dengan sebutan plengkung sebagai akses yakni Plengkung Tarunasura (Wijilan), Plengkung Nirbaya (Gadhing), Plengkung Jagasura, Plengkung Jagabaya, dan Plengkung Madyasura/Tambakbaya (Plengkung Bunthet).
Ketua Kampung Mangunegaran Edy Hardjanto menjelaskan, tradisi Mubeng Beteng sudah dijalani sejak dulu oleh Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Prosesi ini bertujuan untuk mengajak manusia mawas diri dan introspeksi dalam nuansa sunyi dan khidmat.
"Dikenal juga dengan istilah topo bisu karena tidak ada yang boleh berbicara selama pelaksanaan prosesi Mubeng Beteng. Tujuannya juga untuk meminta perlindungan dan penyucian diri memohon agar menjadi manusia yang lebih baik di tahun yang baru," jelasnya.
Pelaksanaannya akan dimulai pada malam hari dengan pembacaan tembang-tembang Macapat dan doa bersama. Menginjak tengah malam para Abdi Dalem, prajurit Kraton Yogyakarta dan masyarakat akan mengitari area Keben-Ngabean-Pojok Beteng Kulon-Plengkung Gading-Pojok Beteng Wetan-Jalan Ibu Ruswo-Alun-Alun Utara-Keben sepanjang lima kilometer.
Mubeng Beteng yang juga merupakan akulturasi dari ajaran Islam dan tradisi Jawa ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari DIY. Wujud berkontemplasi di masa tahun yang baru dan bentuk keprihatinan di tahun sebelumnya menjadi esensi dari Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng agar menuju pribadi yang lebih baik. (*/rls/BPKSF)
Kulon Progo Deklarasi Damai, Minta Warga Jaga Kondusivitas |
![]() |
---|
Polda DIY Pulangkan 23 Pelajar yang Diamankan saat Kerusuhan Aksi Massa di Mapolda DIY |
![]() |
---|
Konsep Wedding Unik Ramah Lingkungan Menggunakan Dekorasi dari Bahan Alami |
![]() |
---|
Danrem 072 Pamungkas dan Ketua DPRD DIY Apresiasi Gotong Royong Warga Jogja Kondisikan Unjukrasa |
![]() |
---|
Program CKG untuk Pelajar Kini Merata di 30 Puskesmas Gunungkidul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.