BJPS Kesehatan ‘Dekengan’ Tepat Bagi Masyarakat saat Berobat
Saat ia mendapat perawatan karena musibah digigit ular dan sakit lambung, kartu BPJS Kesehatan menjadi penolong
Penulis: Ikrob Didik Irawan | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrob Didik Irawan
MANFAAT menjadi peserta BPJS Kesehatan benar-benar dirasakan seorang buruh tani di kampung pelosok bernama Sukirno. Saat ia mendapat perawatan karena musibah digigit ular dan sakit lambung, kartu BPJS Kesehatan menjadi penolong. Mudah, pelayanan bagus, dan gratis.
Sukirno sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan jalur mandiri sejak sekitar tahun 2014 lalu. Demikian juga sang istri, Hartini. Juga sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Sehari-hari, pasangan suami istri ini bekerja sebagai buruh tani di Desa Pakah, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Desa ini cukup terpencil, jauh hiruk pikuk kota. Letaknya, berada dekat kawasan hutan jati milik Perhutani Ngawi.
Hasil panen dari sawahnya yang tak seberapa luas, menjadi sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk juga untuk membayar iuran bulanan BPJS Kesehatan.
Lalu dari mana Sukirno terpikir untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan?
“Dulu yang mendaftarkan (BPJS Kesehatan) anak saya. Dia sudah ikut BPJS dari kantornya, lalu saya dan istri didaftarkan jalur mandiri. Anak saya bilang, penting ikut BPJS,” kata pria yang kini berusia 60-an tahun ini.
Sukirno dan Hartini tergabung dalam BPJS Kesehatan kelas 2. Menurut Sukirno, untuk ukuran buruh tani, masuk di kelas 2 terbilang berat membayar bulanannya.
Sebagai gambaran, setiap panen, sawahnya menghasilkan sekitar Rp4-5 juta. Itupan setiap 4 bulan sekali. Artinya penghasilannya per bulan hanya sekitar Rp1 jutaan.
Sementara iuran bulanan BPJS Kesehatan dirinya dan istri Rp 200-an ribu.
Namun ia yakin, iuaran bulanan ini tak seberapa besarnya jika dibanding biaya dadakan yang harus dikeluarkan jika sewaktu-waktu sakit.
“Apalagi petani seperti kami ini jarang punya uang simpanan. Uang selalu habis untuk beli pupuk dan obat-obatan padi. Kalau sewaktu-waktu sakit butuh biaya besar pasti repot, jual ini-itu, hutang sani-sini,” katanya.
Digigit Ular dan Sakit
Prediksi Sukirno benar. Suatu hari saat pergi ke sawah, ia mengalami musibah. Tangan kanannya tergigit ular.
Ular itu kategori berbahaya yang berbisa. Oleh warga yang menemukannya terluka di sawah, ia langsung di bawa ke Puskemas terdekat.
Tepatnya di Puskemas Tambakboyo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Jaraknya sekitar 6 kilometer dari Desa Pakah, tempat tinggalnya.
“Saat tiba di pukesmas, petugas yang memeriksa bilang saya harus disuntik. Tapi harganya mahal, Rp800 ribu,” kata Sukirno.
Saat itu, lanjut Sukirno, petugas menanyakan apakah dirinya punya BPJS.
“Mungkin ditanya begitu karena saya datang masih pakai baju kotor lusuh saat di sawah. Saya jawab, punya,” katanya.
Petugas pun langsung memberikan suntikan penawar bisa ular. Selang beberapa menit mendapat perawatan tim medis, Hartini, istri Sukirno datang membawa kartu BPJS Kesehatan dari rumah.
Tak ada syarat aneh-aneh dari pihak Puskemas. Cukup menunjukkan kartu BPJS Kesehatan tersebut. Sukirno mendapatkan perawatan baik dan ramah.
Hari itu, Sukirno diperbolehkan pulang berobat jalan. Selain mendapatkan suntikan, ia juga diberikan sejumlah obat.
“Sama sekali tidak bayar satu rupiah pun. Setelah menunjukkan kartu BPJS, Pak Sukir boleh langsung pulang. Mudah sekali. Saat kontrol juga gratis.. tisss,” kata Hartini, sang istri.
Sukirno semakin yakin BPJS Kesahatan memberi banyak manfaat perlindungan kesehatan saat dirinya kembali mendapatkan cobaan sakit.
Ia mengalami sakit lambung. Kala itu saat di rumah, ia mendadak mengalami sakit yang tak tertahankan di bagian perut.
Menaiki motor berdua, sang istri kemudian bergegas membawa Sukirno ke sebuah klinik yang memiliki layanan gawat darurat.
Suami istri ini menuju ke provinsi tetangga, tepatnya ke Kecamatan Gondang, Jawa Tengah.
Tujuannya adalah Klinik Pratama Margo Husodo, jaraknya 8 kilometer dari Desa Pakah, tempat tinggal Sukirno. Di sini, tenaga medis dan fasilitas lebih lengkap.
Setelah diperiksa dokter, Sukirno harus opname. Ia menjalani perawatan di klinik tersebut selama tiga hari.
Ia diterima baik dan mendapatkan perawatan maksimal meski masuk sebagai pasien BPJS Kesehatan. Tidak ada pembedaan dengan pasien umum.
Pun tak ada syarat ribet. Cukup menunjukkan kartu BPJS Kesehatan, semua administrasi beres.
“Padahal saya dari Provinsi Jawa Timur, dan kliniknya ini di Jawa Tengah,” ujarnya.
Di sinilah Sukirno kembali merasakan manfaat luar biasa ikut BPJS Kesehatan. Selama 3 hari menjalani perawatan, ia hanya mendapatkan tagihan Rp250 ribu. Biaya itu untuk pemeriksaan laboratorium.
“Kamar, obat, dan tindakan dokter semuanya gratis. Ditanggung BPJS. Entah habis berapa juta kalau tidak ditanggung BPJS,” katanya.
“Pokoknya, BPJS ini dekengan (pelindung,-red) tepat untuk berobat mendadak sakit. Jadi gak perlu jual barang berharga atau cari hutangan ke tetangga,” ujarnya memakai kata ‘dekengan’ yang belakangan ini viral di media sosial oleh Gus Iqdam.
Manfaat yang sama juga dirasakan oleh Surtini, nenek 2 cucu warga Dusun Kajen, Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Kartu BJPS Kesehatan yang selama bertahun-tahun tak pernah ia gunakan, kini benar-benar nyata manfaatnya.
Sejak pensiun merantau di Kalimantan dan menetap lagi di kampung halaman, ia sering sakit-sakitan.
Seminggu sekali setiap Senin, Surtini harus kontrol ke dokter di Sragen, Jawa Tengah. Entah habis berapa banyak uang jika setiap kontrol harus bayar sendiri.
"Alhamdulillah, cukup bawa kartu BPJS sudah dilayani. Gratis gak bayar sama sekali," katanya.
Produktif Harus Sehat
Sukirno dan Surtini hanyalah sekelumit potret bagaimana orang-orang kecil di perkampungan yang rasanya mustahil ikut asuransi kesehatan swasta. Dan kini mereka bisa merasa tenang dan aman jika sewaktu-waktu sakit karena sudah terlindungi oleh BPJS Kesehatan.
Saat ini, peserta BPJS Kesehatan memang tak hanya orang-orang perkotaan. Namun masyarakat desa juga telah banyak yang mulai sadar pentingnya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Apalagi saat ini BPJS Kesehatan terus menjaring mereka yang belum menjadi anggota BPJS Kesehatan lewat program PESIAR. Yakni kepanjangan dari Petakan, Sisir, Advokasi, dan Registrasi.
Program tersebut dihadirkan untuk menyisir kembali peserta BPJS di desa yang sudah aktif dan tidak aktif.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, jumlah kepesertaan Program JKN pada 2023 mencapai 254,90 juta jiwa atau setara 92,57 persen dari total penduduk Indonesia.
“Kalau orang sehat, produktivitas ekonomi dan lainnya bisa berjalan. Syarat orang produktif harus sehat,” terangnya.
Ghufron menyampaikan bahwa kehadiran Program JKN di Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan perekonomian, penurunan tingkat kemiskinan, dan peningkatan lapangan kerja.
“BPJS Kesehatan terus berupaya untuk meningkatkan mutu layanan agar lebih mudah, lebih cepat, dan setara tanpa diskriminasi,” kata Ghufron. (*/Ikrob Didik Irawan)
Viral Tunjangan Rumah 50 Juta, Nafa Urbach Kini Janjikan Gaji-Tunjangan untuk Guru di Dapilnya |
![]() |
---|
Cek Jadwal dan Lokasi Pemadaman Listrik DIY Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Info Prakiraan Cuaca BMKG di DI Yogyakarta Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025, Hujan Ringan Merata |
![]() |
---|
5 Zodiak Candu Hoki Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025, Taurus Sagitarius Rebut Posisi Teratas |
![]() |
---|
6 Shio Penebar Hoki Hari Ini Kamis 27 Agustus 2025, Shio Kerbau Shio Macan Hidup Bak Aliran Sungai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.