ADVERTORIAL

Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana, Sukamto Soroti Dampak Rokok pada Stunting

BKKBN dan Komisi IX DPR RI gencar melakukan sosialisasi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Program Bangga Kencana.

Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Christi Mahatma
Suasana sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana di Kalurahan Sinduadi, Kamis (28/07/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi, Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - BKKBN dan Komisi IX DPR RI gencar melakukan sosialisasi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Program Bangga Kencana.

Tujuannya untuk menekan angka stunting di Indonesia, termasuk DIY. 

Pada kesempatan tersebut hadir Anggota Komisi IX DPR RI, Sukamto.

Ia menyoroti bahaya rokok untuk ibu hamil dan bayi.

Pasalnya rokok di dekat ibu hamil dan bayi dapat menyebabkan bayi stunting

"Bapak-bapak jangan merokok di dalam rumah, apalagi di dekat ibu hamil dan bayi. Karena rokok itu berbahaya, menurut hasil penelitian rokok itu bisa menyebabkan anak stunting ," katanya saat sosialisasi dan KIE di Kalurahan Sinduadi, Kamis (27/07/2023). 

Baca juga: Mega Tantang BKKBN Turunkan Angka Stunting Jadi Nol Persen

Menurut dia, peran suami dalam mendampingi istri yang sedang hamil sangat penting.

Para suami diminta untuk menjaga istri yang sedang hamil tidak stress.

Sebab ketika ibu hamil mengalami stress akan berdampak pada tumbuh kembang janin yang dikandung. 

Di samping itu, ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menormalisasi pernikahan dini.

Sebab organ reproduksi belum tumbuh maksimal, dan akan menyebabkan bayi lahir stunting

"Selain tidak boleh terlalu muda, tidak boleh terlalu tua juga, di atas 35 tahun. Terlalu sering juga tidak boleh, dan tidak boleh terlalu dekat jaraknya. Itu semua bisa berpotensi bayi lahir stunting," lanjutnya. 

Kepala Dinas P3AP2KB Kabupaten Sleman , Wildan Solichin sepakat rokok dapat menyebabkan stunting.

Menurut survei yang dilakukan, 64 persen anak stunting di Sleman berada di lingkungan perokok.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk menjadi perokok yang bertanggung jawab. 

"Kita tidak bisa melarang orang untuk tidak merokok, karena itu kan tergantung masing-masing individu. Yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi perokok yang bertanggung jawab, misalnya kalau sedang momong bayi ya jangan sambil merokok. Kalau merokok ya dinikmati sendiri, jangan sampai mengganggu orang lain yang tidak merokok," terangnya. 

Wildan menyebut stunting di Kabupaten Sleman cukup unik.

Sebab 95 persen anak yang stunting di Sleman justru bukan dari keluarga miskin.

Hal itu bisa jadi karena pola makan dan pola asuh yang tidak sesuai. 

Agar angka stunting di Kabupaten Sleman , pihaknya berkoordinasi dengan berbagai stakeholder, termasuk pendamping keluarga.

Sehingga program penurunan stunting bisa tepat sasaran. 

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN Pusat, Sukaryo Teguh Santoso menerangkan BKKBN memiliki dua tugas utama yaitu pengendalian penduduk dan membangun keluarga berkualitas.

Saat ini upaya pengendalian penduduk bisa dikatakan berhasil, karena rata-rata setiap keluarga memiliki dua anak. 

Yang kini masih menjadi pekerjaan rumah adalah mewujudkan keluarga berkualitas.

Menekan angka stunting menjadi salah satu upaya untuk menciptakan keluarga berkualitas.

Dengan demikian, pihaknya gencar melakukan sosialisasi program  Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana). 

"Sosialisasi dan KIE ini menjadi ketugasan kami. Bagaimana bisa mencegah stunting kalau masyarakat tidak tahu apa itu stunting dan cara mencegahnya. Sehingga dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat lebih memahami stunting dan menyebarluaskan informasi stunting ," ungkapnya. 

Stunting terjadi akibat anak kekurangan gizi.

Intervensi yang paling efektif dilakukan adalah 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yang dimulai saat konsepsi hingga anak usia dua tahun. 

Baca juga: Pemkab Kulon Progo Optimalkan Peran Kader Kalurahan Dalam Pengentasan Stunting

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN  DIY, Andi Ritamariani menekankan pentingnya ASI untuk bayi terutama 0-6 bulan.

Ia menyebut ASI adalah makanan yang paling cocok bahkan paling lengkap untuk bayi usia 0-6 bulan. 

Setelah berusia lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI (MPASI).

Namun bukan berarti ASI tidak diberikan lagi, hingga bayi berusia dua tahun, bayi masih memerlukan ASI. 

"Kalau bayi usia 0-6 bulan dikasih air putih, atau dikasih yang lain selain ASI justru malah meracuni. Sehingga pemberian ASI ini harapannya berkesinambungan sampai dua tahun. ASI adalah makanan paling komplit, sempurna untuk bayi. Gizi yang lengkap penting, karena sampai usia dua tahun perkembangan otak anak ini 70-80 persen, setelah itu cuma 20 persen. Jadi jangan disepelekan perkembangan bayi sampai usia dua tahun," bebernya. 

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tetap melakukan KB. Tujuannya agar jarak kehamilan tidak terlalu dekat, idealnya jeda 3-5 tahun. ( Tribunjogja.com

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    Komentar

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved