Belanda Resmi Akui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Bukan 27 Desember 1949

Pemerintah Belanda resmi mengakui kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949.

AFP/BART MAAT
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. 

TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Belanda resmi mengakui kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949.

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dalam debat penyelidikan Perang Kemerdekaan Indonesia, Rabu (14/6/2023) waktu setempat.

Mark Rutte memenuhi pengakuan itu atas permintaan anggota parlemen GroenLink, Corinne Ellemeet.

Mengutip laman media Belanda, nu.nl, Belanda ingin bekerja sama dengan pemerintah Indonesia sebanyak mungkin untuk melihat bagaimana kemerdekaan Indonesia dapat diekspresikan dengan sebaik-baiknya.

“Kami melihat proklamasi itu sebagai fakta sejarah,” kata Mark Rutte.

Baca juga: Profil Pemain Timnas Indonesia Keturunan Belanda: Ivar Jenner dan Rafael Struick

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia mengeluarkan proklamasi kemerdekaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akan tetapi, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, sesuai dengan isi perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB).

Setelah pengakuan itu, Mark Rutte akan berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo bagaimana merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.

“Saya bersedia melihat bagaimana Anda bisa memberikan pengakuan atas perayaan kemerdekaan Indonesia bersama-sama,” ujarnya lagi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Belanda selalu mengingat 17 Agustus 1945, ungkap Mark Rutte.

Raja selalu mengirimkan ucapan selamat ke Indonesia setiap tahun melalui telegram.

Perdebatan itu muncul setelah kajian ekstensif berjudul Over de Grens diterbitkan pada bulan Februari 2023.

Laporan tebal hampir 600 halaman menggambarkan dengan sangat rinci kekerasan yang mengerikan dan hampir tak terlukiskan pada periode itu.

Kesimpulan politik terpenting adalah bahwa tidak ada kekerasan insidental di pihak Belanda, seperti yang dikatakan selama beberapa dekade.

Para peneliti berbicara tentang kekerasan ekstrim dalam skala besar oleh angkatan bersenjata Belanda yang sengaja dikerahkan.

Politisi di Den Haag mengetahui hal ini, tetapi tidak bertindak.

Baca juga: Hasil Lengkap Kualifikasi Euro 2024: Belanda Menang Perdana, Prancis Tumbangkan Irlandia

Kejahatan itu hampir tidak dihukum. Perdana Menteri Rutte membuat permintaan maaf yang mendalam kepada Indonesia segera setelah penyelidikan dipublikasikan.

Namun, ada kekhawatiran di antara sejumlah pihak bahwa timbul kesan bahwa semua personel militer yang bertugas saat itu telah melakukan kejahatan perang.

Sekitar 5.000 veteran masih hidup. Menteri Pertahanan, Kajsa Ollongren mengatakan bahwa mereka sangat dihargai dan sebagian besar tidak dapat disalahkan.

Kabinet tidak mau berbicara tentang kejahatan perang, antara lain GroenLinks, D66, SP dan ChristenUnie.

Menurut Mark Rutte, kejahatan perang dalam konflik domestik baru bisa dibicarakan sejak 1949.

"Kami terus berselisih, saya khawatir," pungkasnya.

Juga tidak akan ada rehabilitasi kolektif untuk penolak hati nurani, meskipun Ollongren mengakui bahwa pada saat itu penolak hati nurani diperlakukan dengan keras.

Jeffry Pondaag, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda, telah berdebat selama bertahun-tahun untuk pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia.

Bagi Pondaag, tidak berhenti sampai di situ dan pengakuan juga harus memiliki konsekuensi hukum.

“Artinya Belanda melakukan kejahatan perang pada masa perang kemerdekaan karena menyerang wilayah negara lain. Istilah Hindia Belanda juga harus dihilangkan dari semua buku. Uang 4,5 miliar Gulden yang dibayarkan Indonesia kepada Belanda harus dikembalikan. Dengan bunga, itu menjadi 24 miliar Gulden,” tuturnya mengutip ad.nl.

Secara hukum tidak akan ada yang berubah, kata juru bicara perdana menteri setelah debat.

Belanda tetap berkomitmen secara hukum sampai tahun 1949.

"Kedaulatan dialihkan pada tahun 1949. Kami tidak dapat membatalkannya,” beber juru bicara.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved