Berita Sleman Hari Ini
Melihat Lomba Menghias Orang-orangan Sawah di Sleman, Ada yang Diberi Nama "Limited Man"
Sejumlah warga di Dusun Tangisan, Kalurahan Banyurejo, Tempel, Kabupaten Sleman ramai-ramai membuat dan menghias orang-orangan sawah .
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sejumlah warga di Dusun Tangisan, Kalurahan Banyurejo, Tempel, Kabupaten Sleman ramai-ramai membuat dan menghias orang-orangan sawah .
Mereka berkreasi dengan pelbagai bahan-bahan daur ulang dan bahan alami.
Hasilnya,--dalam waktu relatif singkat,-- orang-orangan sawah dengan ragam bentuk dan model tercipta.
Kegiatan seru ini merupakan rangkaian dari kegiatan Festival Van Der Wijck yang hari ini mulai digelar.
Susilo Joko Pramono, satu di antara peserta pembuat orang-orangan sawah dalam festival tersebut menamai hasil karyanya "Limited Man" atau manusia langka.
Ia membuat orang-orangan sawah berbahan dasar kelapa.
Baca juga: Pemkab Sleman Dukung Pelestarian Budaya Lewat Pelaksanaan Gumregah Culture Festival
"Inspirasi orang-orangan sawah ini dari diri saya pribadi. Karena saya baru saja mendapatkan julukan limited man," kata Susilo, Jumat (2/6/2023).
Alumni UGM tahun 2003 itu memanfaatkan blarak atau daun kelapa untuk membuat topi bagi orang-orangan sawah buatannya.
Bagian kepala menggunakan kelapa yang serabutnya sudah kering.
Kelapa tersebut dijahit dengan rotan dan ditempel pada potongan bambu.
Bagian badan menggunakan anyaman trumtum yang terbuat dari rotan. Adapun kedua tangan terbuat dari blarak yang dikepang.
Bagian bawah menggunakan rumbai-rumbai yang terbuat dari janur keris.
Susilo mengaku senang bisa ikut berpartisipasi dalam Festival Van Der Wijck terutama dalam lomba menghias orang-orangan sawah.
Sebab, festival dengan konsep menggabungkan potensi saluran irigasi, pertanian dan sosial budaya masyarakat tersebut dinobatkan sebagai salah satu 110 even terbaik oleh Karisma Event Nusantara (KEN) 2023 milik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Baca juga: Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Gelar Lomba Fotografi Kotabaru Kuno dan Kini
"Motivasi saya kenapa saya ikut, karena ini difasilitasi Kemenparekaf. Jadi sebagai warga, saya ikut bangga. Kalau nggak ikut eman- eman. Ini juga bagian dari promosi ketrampilan kerajinan saya," kata pria pemilik Sekolah servis sofa di Dusun Kemusuh, Banyurejo tersebut.
Festival Van Der Wijck digelar selama dua hari di tanggal 2 dan 3 Juni 2023 di Dusun Tangisan, Banyurejo, Tempel.
Festival tahunan dengan ragam kegiatan tersebut mengusung tema "rice for all".
Tema tersebut sebagai wujud apresiasi atas keberadaan saluran Van Der Wijck yang selama ini telah mendukung keberlangsungan pertanian di wilayah Sleman bagian barat sehingga mampu menjaga ketahanan pangan.
Diangkatnya tema tersebut juga tidak lepas dari keunikan, sejarah dan fungsi dari saluran Van Der Wijck.
Saluran yang dibangun pada tahun 1909 masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu dibangun sepanjang 17 kilometer dan membentang untuk mengairi area persawahan di wilayah Tempel, Minggir hingga Seyegan.
Saluran yang tak terpisahkan dari Selokan Mataram ini berperan penting menjaga kawasan Sleman bagian barat sebagai lumbung padi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pelaksanaan Festival Van Der Wijck didukung oleh Binar Indonesia maupun Mataya Art & heritage dan bekerjasama dengan pelbagai pegiat seni maupun asosiasi, seperti Jogja International Heritage Walk; komunitas Organik Indonesia dan Agradaya; komunitas Rakyat Peduli Lingkungan (Rapel) serta komunitas Sebumi.
Selain lomba menghias orang-orangan sawah , festival diisi dengan ragam kegiatan.
Di antaranya, lomba fotografi ponsel dan lomba sambal coblek.
Lalu ada juga pasar apung bambu; van der wijck heritage green walk; dan larung lampion.
Kemudian talkshow ngobras atau ngobrolin beras dan workshop pembuatan beras kencur dan cap batik kertas limbah.
Penyelenggara Festival Van Der Wijck, Dahlia Puspasari mengatakan, terselenggaranya festival ini diharapkan dapat memberikan dampak di masyarakat, terutama perkembangan Pariwisata di wilayah Sleman bagian barat.
Festival tahunan ini juga menghadirkan edukasi.
Pengunjung datang bukan hanya sebatas uforia tetapi sekaligus belajar.
Pengunjung di edukasi bagaimana mengurangi penggunaan sampah plastik, dan bagaimana meletakkan sampah dengan baik.
Menurut dia, hal tersebut sesuatu yang sederhana tetapi apabila dilakukan bersama-sama oleh semua masyarakat akan menjadi sesuatu yang luar biasa.
"Jadi kami memberikan festival, memberikan kegembiraan dan kebahagiaan. Tapi tetap menyadari bahwa kami memiliki tanggung jawab lebih pada persoalan sampah," kata dia. ( Tribunjogja.com )
Puting Beliung Melanda Condongcatur Sleman, Sejumlah Rumah Warga Rusak |
![]() |
---|
Keterangan Polisi soal Kecelakaan Beruntun di Sleman Hari Ini, Kerugian Ditaksir Rp 155 Juta |
![]() |
---|
CERITA Fajarwati yang Kelak Tidak Akan Tidur di Bekas Kandang Sapi Lagi |
![]() |
---|
Sambut Natal, 20 Gereja di Sleman Jadi Prioritas Pengamanan Polisi |
![]() |
---|
Ibu-ibu di Yogyakarta Diajak Cerdas Kelola Keuangan dan Emosional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.