Apa Itu Sistem Coblos Partai yang Disebut-sebut Bakal Diterapkan di Pileg 2024?

Apa itu sistem coblos partai atau sistem proporsional tertutup yang disebut-sebut akan diterapkan dalam Pileg 2024?

|
KOMPAS.com/Mutia Fauzia
Ilustrasi - Contoh surat suara yang digunakan dalam simulasi pemungutan suara di Kantor KPU RI, Selasa (22/3/2022). 

TRIBUNJOGJA.COM - Pernyataan tentang sistem coblos partai di pemilihan legislatif (Pileg) 2024 sedang ramai dibicarakan.

Diketahui, Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2014-2019, Denny Indrayana sempat membocorkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan sistem pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Apa itu sistem coblos partai?

Sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai adalah sistem pemilihan umum yang hanya memungkinkan masyarakat memilih partai politiknya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung.

Baca juga: Pileg 2024 Coblos Partai?

Saat pemilu dengan sistem ini, pemilih hanya mencoblos tanda gambar atau lambang partai dalam surat suara karena tidak tersedia daftar kandidat wakil rakyat di surat suara.

Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan salah satu jenis sistem pemilu proporsional.

Sistem pemilu proporsional yaitu sistem pemilihan dengan jumlah penduduk berimbang dengan jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di daerah pemilihan (dapil).

Sistem ini diterapkan antara lain di Indonesia dan Swiss.

Pada sistem pemilu proporsional tertutup, kursi wakil rakyat akan diberikan pada para calon berdasarkan nomor urut.

Kelebihan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

- Mendorong peningkatan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan

- Mendorong institusionalisasi partai politik

- Mempermudah penilaian kinerja partai politik

- Menekan politik uang ke masyarakat dan korupsi politik

Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

- Pengkondisian mekanisme pencalonan kandidat wakil rakyat yang tertutup

- Menguatnya oligarki dan nepotisme di internal partai politik

- Terbukanya potensi politik uang di internal partai dalam bentuk jual-beli nomor urut

- Kurangnya kedekatan calon wakil rakyat dengan pemilih

- Calon wakil rakyat kurang aspiratif

- Pendidikan politik berkurang bagi masyarakat

Baca juga: Perindo DIY Gandeng Sejumlah Artis untuk Maju Pileg 2024

Sebelumnya, Denny Indrayana mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/5/2023).

Berdasarkan info yang diterimanya, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup.

Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion. Denny memastikan informasi tersebut bersumber dari orang yang kredibel.

"Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting. Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.

Denny menaruh perhatian khusus terkait informasi tersebut. Sebab, menurutnya, proporsional tertutup adalah sistem pemilu orde baru (orba).

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu orba: otoritarian dan koruptif," tuturnya.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara soal isu Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan lagi sistem proporsional tertutup jelang Pemilu 2024.

Menurut SBY, putusan itu bakal mengacaukan situasi. Sistem pemilu proporsional tertutup membuat pemilih hanya memilih logo partai, bukan nama bakal caleg seperti yang saat ini berlaku.

SBY berpendapat, perubahan sistem yang terjadi saat proses pemilu sudah dimulai akan menjadi isu yang besar dalam dunia politik di Indonesia.

Baca juga: PSI Targetkan Panen Suara di DI Yogyakarta pada Pileg 2024

Presiden RI ke-6 itu mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu kepada MK.

“Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai,” tulis SBY di Twitter, Minggu.

“Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik,” sambungnya.

SBY juga mempertanyakan terkait apakah sistem proporsional terbuka yang saat ini berlaku bertentangan dengan konstitusi.

Tak hanya itu, SBY juga menegaskan wewenang MK yang bukan menentukan sistem mana yang paling tepat untuk Indonesia.

Menurutnya, apabila MK tidak memiliki alasan yang kuat terkait perubahan sistem pemilu dijalankan, maka publik akan sulit menerimanya.

Dia juga mengatakan bahwa mayoritas partai politik akan menolak perubahan sistem tersebut.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved