Berita Jogja Hari Ini

Buka Puasa Lintas Agama, Ajarkan Toleransi di Bulan Suci

“Saya kira acara ini menarik. Jadi bisa berdiskusi secara langsung dengan orang beda keyakinan, latar belakang dan agama. Apalagi, kata dosen saya,

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Ardhike Indah
Momen buka puasa lintas agama di Visma Vijaya Praya, Jalan Wulung No 9A, Caturtunggal, Depok, Sleman, Rabu (12/4/2023) sore 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dari setiap perjumpaan, akan terbuka pintu-pintu perkenalan.

Itu pula yang dirasakan para peserta diskusi yang digelar di Visma Vijaya Praya, Rabu (12/4/2023) sore.

Sejumlah peserta merupakan mahasiswa dari Universitas Sanata Dharma dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka).

Ada juga para frater dan suster yang mengikuti diskusi dengan seksama.

Baca juga: Polisi Limpahkan Berkas Gerombolan Copet Massal di Alun-alun Purworejo ke Kejaksaan Negeri

Diskusi sore hari menjelang berbuka puasa itu mengurai tajuk tentang keselamatan.

Perbincangan pun mengalir, membicarakan tentang konsep Ketuhanan, hingga surga dan neraka.

Masing-masing dari peserta merespons pernyataan dan pertanyaan dari pemantik diskusi, seperti CB Kusmaryanto, Albertus Bagus Laksana dan JB Heru Prakosa dari Universitas Sanata Dharma dan Syafaatun Almirzanah dari UIN Suka.

“Saya kira acara ini menarik. Jadi bisa berdiskusi secara langsung dengan orang beda keyakinan, latar belakang dan agama. Apalagi, kata dosen saya, Prof Syafa, Islam dan Kristen itu saudara kembar. Dari situ, kita harus tahu, harus kenal,” ucap Frida (21), salah satu peserta.

Frida adalah mahasiswa UIN Suka, angkatan 2020, Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam.

Bersama dengan Asih (21), temannya, mereka berdua terlihat asyik berbicara dengan Suster Paula (26).

“Aku pribadi bangga lho bisa berada di sini, berada diantara orang hebat, di antara romo dan teman-teman berbeda agama,” timpal Asih dengan semangat.

Meski waktu berbuka dan adzan magrib telah sayup-sayup terdengar, Asih dan Frida tidak beranjak dari lesehan dan masih mendengarkan Suster Paula bercerita.

Mereka hanya menyantap kudapan yang telah disediakan terlebih dahulu, sebelum kemudian meminta izin untuk melaksanakan salat magrib.

“Seperti ini juga bisa melatih diri sendiri untuk menimbulkan rasa toleransi. Kita di sini juga bisa berbagi dengan teman-teman lain. Kalau kita berbeda keyakinan dan agama ya tetap bisa bersama kog. Contohnya ini, kita berbuka puasa bareng, ngobrol bareng,” jelasnya.

Pengalaman di pertemuan itu memberikan dia satu ilham baru.

Bahwasanya perbedaan tak menutup pintu diskusi dan bertukar pikiran.

“Saya menemukan banyak hal dari obrolan kita. Sifat Katolik itu seperti apa, sebelumnya kita tidak tahu kan. Pertama, kalau di Katolik ada imamnya juga, ada uskup, ada paus. Itu menarik saya kira,” terangnya.

Melihat sudah ada barisan saf salat magrib yang terbentuk, Asih dan Frida pun segera menyusul agar tak tertinggal rombongan.

“Izin salat dulu ya, suster,” izinnya kepada Suster Paula dan langsung dipersilahkan dengan santun.

Suster Paula merasa, pertemuan seperti ini juga bisa membuka pintu toleransi antarumat beragama.

Nyatanya, dalam diskusi itu, para suster, frater, mahasiswa UIN Suka dan Sadhar juga duduk bersama tiada sekat.

Saat peserta yang puasa berbuka, semua peserta dan pemantik diskusi juga ikut menyantap kudapan dan makan besar.

“Momen seperti ini, berbagi tentang iman dan keyakinan, baru ini. Kalau ngomongin soal keyakinan itu kan tidak bisa diganggu gugat, karena semua punya kepercayaan masing-masing. Itu yang jadi gesekan,” kata dia.

Momen kebersamaan itu memang membuka pintu kedekatan dengan umat beragama lain.

Dengan saling berdiskusi dan bertatap muka, gesekan itu diharapkan bisa meredam dan tidak muncul di permukaan, mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki banyak ragam perbedaan.

Inisiator kegiatan, CB Kusmaryanto atau Romo Kus mengatakan, kegiatan itu memang dilakukan untuk mengenalkan satu individu dengan lainnya.

Menurutnya, berpangkal kenal itu bisa menciptakan generasi yang lebih baik.

“First stepnya, biar mereka lebih kenal dulu. Menurut saya, acara ini penting karena situasi masyarakat di Indonesia, bahkan DIY, kadang tidak baik-baik saja,” jelasnya.

Maka, dia berharap, dengan adanya kegiatan diskusi antarumat beragama itu, setiap peserta memiliki gambaran tentang konsep sosial yang guyub rukun.

“Temanya kali ini memang tentang keselamatan karena ini sering jadi alasan pertengkaran. Kalau kita gali bersama, apa yang dimaksud dengan keselamatan itu kan bukan sesuatu yang satu dan sama bagi semua orang. Dari kelompok Islam punya konsep berbeda, begitu juga yang Katolik,” jelasnya.

Romo Kus mengatakan, forum ini diharapkan mampu membuka relasi nonformal antarmahasiswa dan individu.

“Terakhir kali kami lakukan agenda ini tahun 2019, sebelum Covid-19. Maka, agar diskusi mulai lancar, kami gelar lagi di tahun 2023, pas di bulan Ramadan, sebelum buka puasa,” tukasnya. (ard)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved