Berita Wonosobo
Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas Hidup Jadi Upaya Bappeda Atasi Kemiskinan di Wonosobo
Bersama Kabupaten Pemalang, persentase penurunan angka kemiskinan di Wonosobo termasuk tertinggi se-Jawa Tengah.
TRIBUNJOGJA.COM, WONOSOBO - Bersama Kabupaten Pemalang, persentase penurunan angka kemiskinan di Wonosobo termasuk tertinggi se-Jawa Tengah atau di atas rata-rata penurunan Provinsi Jawa Tengah, yaitu 1,50 persen. Dengan rincian pada 2021, jumlah penduduk miskin Wonosobo 139.700 atau 17,67 % menjadi 128.110 atau 16,17 % pada 2022.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Wonosobo, Jaelan saat Rilis Data Kemiskinan Hasil Susenas 2022 dan Hasil Penyandingan Data P3KE di Wonosobo, Senin (5/12/2022).
Meski begitu, jelas Jaelan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Kabupaten Wonosobo mengalami kenaikan. Berdasarkan data kemiskinan hasil Susenas Konsumsi Pengeluaran (Susenas KP) Maret 2022 dan hasil penyandingan data P3KE, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Wonosobo 2021 masing-masing pada angka 2,75 dan 0,65 naik menjadi 3,18 dan 086.
Hal ini dapat diasumsikan, bahwa adanya penduduk miskin yang berhasil keluar dari kemiskinan. Namun, terdapat juga penduduk miskin yang semakin parah tingkat kerentannnya yang terlihat dari tingkat kedalaman semakin menjauh dari nol.
“Tingkat ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin mengalami peningkatan. Hal ini berpengaruh terhadap kenaikan angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Wonosobo yang pada 2022 menjadi 4,89 dari 3,36 pada tahun 2021,” tutur Jaelan.
Untuk itu, lanjutnya, upaya penanggulangan kemiskinan lebih difokuskan pada percepatan penanganan kemiskinan ekstrem yang langsung menyasar pada individu dan keluarga melalui intervensi jangka pendek dengan pemberian bantuan sosial, intervensi jangka menengah dan jangka panjang, sustainability livehood (penghidupan berjelanjutan) agar tidak terjadi ledakan kerentanan rumah tangga miskin.
“Antara lain melalui pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup agar bisa mandiri, sehat, dan berpendidikan tinggi,” ujarnya.
Pihaknya telah mengolah data hasil penyandingan dalam data agregat untuk memudahkan perencanaan intervensi. Oleh karena itu, guna ketepatan sasaran, bagi perangkat daerah yang akan melakukan intervensi dapat menggunakan data P3KE yang telah diolah sekretariat TKPKD sebagai data awal dan melakukan verval langsung di lapangan guna menyesuaikan dengan kondisi faktual.
Selain itu, melihat penurunan angka kemiskinan yang cukup signifikan, Gerakan Gerimis Mesra yang sudah dilaksanakan pada 2022, dinilainya sangat berpengaruh terhadap hasil Susenas tersebut.
“Sasaran intervensi percepatan penanganan kemiskinan ekstrem hanya diambil dari data individu dengan NIK yang sudah padan dengan Dukcapil dengan sasaran keluarga desil 1 sebanyak 40.489 KK dan individu sebanyak 153.429 jiwa sesuai kerentanan masing- masing,” ungkap Jaelan.
“Gerakan ini perlu meluaskan jangkauan sasaran dan varian programnya dengan melibatkan sektor swasta dan lembaga penyalur zakat, serta multiple intervensi. Sehingga, keluarga miskin ekstrem dapat segera keluar dari kemiskinan,” sambungnya.