Berita Wonosobo
Angka Stunting di Wonosobo Tinggi, Ini Jurus Jitu Dinas DPPKBPPPA Tingkatkan Kesehatan Anak
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonosobo melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA)
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, WONOSOBO - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonosobo melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) memiliki jurus jitu untuk menurunkan angka stunting di Wonosobo.
Kepala DPPKBPPPA Kabupaten Wonosobo, Dyah Retno Sulistyowati, S.STP menjelaskan, kini pihaknya masih berfokus pada pemenuhan gizi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
Masa 1000 hari pertama kehidupan dimulai sejak masa kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia dua tahun (730 hari).
Baca juga: Ditjen Akabi Beri Bantuan 500 Bibit Kedelai untuk Kelompok Tani di Panggang Gunungkidul
Ini adalah masa kritis di mana anak bertumbuh kembang dengan cepat dan signifikan. Masa ini tidak bisa terulang dan tidak terjadi pada kelompok usia lain.
Pada masa ini, kesehatan ibu sejak kehamilan sangat berpengaruh pada kehidupan anak.
Begitu anak lahir, faktor lingkungan, nutrisi, serta hubungan antara anak dan orangtua juga memengaruhi kesehatan dan kesejahteraannya.
Diketahui, angka balita stunting di Wonosobo pernah menyentuh angka 28 persen di tahun 2018.
Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, maka setidaknya, Pemkab Wonosobo harus menurunkan angka stunting hingga 14 persen untuk mencapai angka ideal nasional, yakni 14 persen.
“Itu kami butuh tiga tahun untuk menurunkan angka stunting sampai 14 persen seperti saat ini. Ini usahanya luar biasa dan tidak bisa dijalankan satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) saja. Kami juga kerja sama dengan OPD lain,” tutur Dyah kepada tim Tribun Jogja beberapa waktu lalu.
Tingginya angka stunting di Wonosobo, kata dia, tidak lepas dari pola asuh keluarga yang belum baik dan benar.
Ia mengatakan, masih banyak orang tua yang belum memahami tentang gizi untuk anak, baik mereka yang memiliki bayi dua tahun (baduta) maupun bayi lima tahun (balita).
“Orang sini, mohon maaf, kalau di desa, makannya tidak nasi putih, tapi nasi jagung. Kalau di sini, nasi jagung enaknya sama kluban, rese dan sambal. Sisi gizinya, untuk anak, kurang donk. Untuk anak harusnya ada lemak, karbo dan protein,” tegasnya.
Baca juga: Kronologi KKB Papua Cegat Patroli Satgas Damai Cartenz di Yahukimo, Ditembaki dari Bawah Jembatan
Dinas pun bekerja sama dengan swasta dan tim Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk menyelesaikan permasalahan stunting ini.
Mengutip laman resmi Pemkab Wonosobo, jumlah keluarga berisiko stunting di Wonosobo Timur sebanyak 549 kepala keluarga, Wonosobo Barat 792 Kepala Keluarga, dan Jaraksari 1.934 Kepala Keluarga.
Dyah mengatakan pihaknya akan terus melakukan evaluasi, cross-check, verifikasi dan validasi mengenai angka stunting di daerah itu. (ard)