Berita Jogja Hari Ini

Dewan Pengupahan Perwakilan Buruh di DIY Walk Out Saat Sidang Pleno Penetapan UMP DIY 2023

Dewan Pengupahan dari kalangan buruh Walk oOut dalam sidang pleno dewan pengupahan DIY 2022. sidang pleno tersebut sejatinya

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
Dok DPD KSPSI DIY
Perwakilan buruh menyerahkan dokumen kepada kepala Disnakertrans DIY dalam sidang pleno penetapan UMP DIY 2023, Kamis (24/11/2022) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dewan Pengupahan dari kalangan buruh Walk oOut dalam sidang pleno dewan pengupahan DIY 2022.

sidang pleno tersebut sejatinya membahas perhitungan upah minimum provinsi (UMP) DIY 2023.

Sekretaris DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsad Ade Irawan mengatakan, upaya walk out ditempuh lantaran dalam pembahasan perumusan UMP DIY 2023 tidak sesuai yang diharapkan.

Dengan demikian, mereka menentukan sikap politik di antaranya, menolak dengan keras Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Upah Minimum (UM).

Kemudian para buruh juga menganggap Permenaker tersebut sama saja dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 dan PP Nomor 36 Tahun 2021 yang sama-sama menggunakan formula/rumus penetapan yang tidak bisa mencerminkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Baca juga: Sepekan di Pengungsian, Kondisi Warga Terdampak Longsor Semin Kian Membaik

"Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 sangatlah mencerminkan kepongahan intelektual yang meskipun dengan rumus yang berbelit-belit hasilnya tetap saja kenaikan upah tidak boleh lebih dari 10 persen," jelas Irsad dalam keterangan resminya, Kamis (24/11/2022) seusai sidang yang digelar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY.

Berikutnya, Irsad mengklaim secara menyakinkan Permenaker tersebut hanya akan menghasilkan penderitaan bagi pekerja atau buruh, yaitu upah murah.

Dengan pembatasan kenaikan upah maksimal 10 persen, maka dengan Permenaker tersebut menurut Irsad tidak akan meningkatkan daya beli pekerja/buruh dan tetap saja pekerja/buruh di DIY tidak akan mampu mencukupi hidup layak.

Di samping itu, menurutnya, PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, sementara UU Cipta Kerja telah dinyatakan Inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.

"Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, kami dari DPD KSPSI DIY menyatakan walkout dari sidang pleno dewan pengupahan Provinsi DIY Tahun 2022 yang diselenggarakan di kantor Disnakertrans DIY," tegas Irsad.

Keputusan walkout dari sidang pleno penetapan upah itu lantaran pemerintah DIY maupun pemerintah pusat tetap bersikeras menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 sebagai dasar penentuan UMP DIY Tahun 2023.

Atas beberapa pertimbangan itu, pihaknya juga menyuarakan tuntutan kepada pemerintah yakni desakan agar pemerintah segera mencabut Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.

Kemudian meminta Gubernur DIY Sri Sultan Hemengku Buwono X agar menentukan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2023 antara lain;

Yogyakarta sebesar Rp4.229.663; Kabupaten Sleman Rp4.119.413; Bantul Rp3.949.819; GunungKidul Rp3.407.473 dan Kulon Progo Rp3.702.370.

Baca juga: Polisi Tangkap Tersangka Penggelapan Sepeda Motor di Surabaya Setelah Kabur Lebih dari Sebulan

"Di mana angka diatas merupakan hasil survey KHL menurut Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 yang dilakukan oleh Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY," ungkapnya.

Selanjutnya, para buruh mendesak agar Gubernur DIY tidak menggunakan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dalam menetapkan UMP dan UMK se DIY Tahun 2023.

"Kami juga minta agar Gubernur DIY mengalokasikan lebih banyak APBD dan Danais untuk program-program kesejahteraan masyarakat," pungkasnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved