126 Anak Berkebutuhan Khusus Masuk SMP, Pemkot Yogyakarta Genjot Pemenuhan Guru Pendamping Khusus
Ke depan, diharapkan tidak dijumpai lagi fenomena penolakan untuk anak berkebutuhan khusus akibat kekosongan GPK.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Demi pemenuhan hak-hak anak berkebutuhan khusus, Pemkot Yogyakarta membuka rekrutmen untuk Guru Pendamping Khusus (GPK) yang bakal ditempatkan di SMP Negeri.
Sehingga, ke depan tidak dijumpai lagi fenomena penolakan untuk anak berkebutuhan khusus akibat kekosongan GPK.
Kepala UPT Layanan Disabilitas Bidang Pendidikan dan Resource Center Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Aris Widodo, menuturkan tahun ini ada 14 GPK yang bakal direkrut.
Mereka akan mengisi kekosongan GPK yang beberapa di antaranya sudah memutuskan beralih profesi.
"Ada beberapa yang diterima PPPK, jadi guru pengajar, kemudian ada juga yang keluar karena diterima jadi dosen dan lain lain," urainya, Minggu (20/11/2022).
Sementara, lanjutnya, pada tahun ini terdapat 126 siswa berkebutuhan khusus yang melanjutkan studi ke jenjang SMP di Kota Yogyakarta.
Alhasil, pemenuhan GPK di sekolah negeri pada khususnya, menjadi harga mati yang wajib dilakukan Pemkot Yogyakarta, supaya proses belajar mengajar tetap lancar dan tak terkendala.
"Sekarang kita punya 106 GPK. Tapi, Desember nanti keluar 19 orang karena diterima PPPK. Makanya, kita siapkan pengganti dari sekarang," tandasnya.
Dijelaskannya, proses rekrutmen GPK ini setidaknya mampu memenuhi jumlah minimal ketersediaan di tiap sekolah.
Ia tidak menampik, untuk menunjang anak berkebutuhan khusus, idealnya dibutuhkan satu GPK di setiap sekolah, supaya konsultasi anak bisa terwadahi secara langsung di fasilitas pendidikannya.
"Kalau ada anak berkebutuhan khusus, ya, konsultasi ke GPK di sekolahnya. Jadi, tiap sekolah semestinya punya GPK. Sehingga, tidak ada lagi penolakan pada siswa berkebutuhan khusus, karena sekolah tidak punya guru pendamping khusus," cetusnya.
"Misal, ada anak autis berat, dia ada pendampingnya dan tidak ditolak. Meski kalau ada penolakan kita bisa mencarikan dia sekolah yang ada GPK-nya. Tapi, kan, jadi tidak sesuai dengan kedekatan rumahnya, itu rawan terjadi masalah lagi," tambah Aris.
Karena itu, dalam tiga tahun terakhir, pihaknya terus membuka proses rekrutmen GPK, agar kebutuhan bisa terpenuhi, terutama di jenjang SMP yang seringkali mengalami kekurangan.
Adapun status para GPK itu adalah tenaga kontrak Pemkot Yogyakarta, yang gajinya ditanggung oleh APBD sepanjang 12 bulan.
"Kalau kita lihat moratorium dari Kemenpan RB, kan, sebenarnya tidak boleh. Tapi, kami sudah konsultasi sampai ke DPR, bahwa ini kebutuhan sekolah. Kalau tidak terpenuhi, bisa kacau itu," cetusnya.