Berita Kota Yogya Hari Ini
Penetapan UMK 2023 Berpedoman PP 36, Pemkot Yogyakarta: KHL Sudah Tidak Ada
Pemkot Yogyakarta menegaskan bahwa proses pengusulan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) 2023 tetap berpedoman pada PP No 36 seusai instruksi
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemkot Yogyakarta menegaskan bahwa proses pengusulan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) 2023 tetap berpedoman pada PP No 36 seusai instruksi Kementerian Ketenagakerjaan.
Maka, otomatis, survey standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tidak lagi masuk dalam pertimbangan.
Kepala Bidang Kesejahteraan dan Hubungan Industrial Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Rihari Wulandari, mengungkapkan, KHL tidak berlaku dalam penetapan UMK 2023.
Ia berujar, tugas Dewan Pengupahan kini dipersempit, sehingga tidak berhak memberi rekomendasi.
Baca juga: UIN Sunan Kalijaga Mulai Asesmen 18 Prodi untuk Akreditasi Internasional FIBAA
"Tugas dewan pengupahan sekarang menghitung, tidak memberi rekomendasi. Nanti yang mengusulkan kepala daerah. Kalau dulu kan dewan pengupahan bisa memberi rekomendasi," urai Wulan, Selasa (18/10/2022).
Kemudian, selaras rumus yang tertera dalam PP No 36, dewan pengupahan bertugas untuk menghitung UMK yang akan diusulkan kepada Gubernur DIY.
Oleh sebab itu, ia berujar, perhitungan usulan UMK 2023, mengalami perubahan signifikan, karena prosesnya telah ditetapkan dengan rumus yang pasti.
"Kalau rekomendasi dewan pengupahan dulu kan perhitungannya tidak dengan rumus. Tapi, berdasarkan survey KHL, upah regresi, serta sidang pleno antara serikat pekerja dan APINDO, lalu direkomendasikan, misalnya sekian juta, seperti itu," cetusnya.
Sebagai informasi, UMK Kota Yogyakarta untuk 2022 dipatok di angka Rp2.153.970. Tapi, pihaknya belum bisa memperkirakan berapa kenaikannya untuk 2023 mendatang.
Sebab, sejauh ini, Pemkot juga masih menanti hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS), terkait variabel yang bakal jadi tolok ukur.
"KHL sudah tidak ada, tugas dewan pengupahan kini lebih sedikit. Sekarang kami masih menunggu hasil survey BPS terkait variabelnya," jelasnya.
Misalnya, tingkat konsumsi rata-rata satu keluarga, kemudian dalam satu keluarga berapa orang yang bekerja, dan lain-lain.
Otomatis, selain inflasi dan PE (Pertumbuhan Ekonomi), masih ada variabel-variabel lain untuk menentukan usulan UMK 2023.
Baca juga: Belum Terbitkan Palilah, Keraton Yogyakarta Kaji Sistem Pelepasan SG untuk Proyek Tol
"Perhitungannya beda, rumusnya lebih rigid. Tapi, karena sudah ada rumusnya, sudah ada angkanya, ya, dewan pengupahan tinggal memasukkan itu ke rumus dan melakukan penghitungan," lanjutnya.
"Tidak boleh (protes), nanti bisa dapat semprit dari kementerian. Semua harus sesuai dengan PP No 36. Komanya berapa, ya, segitu, nggak boleh dikurangi, maupun ditambah," pungkas Wulan. (aka)