Berita Bantul

Masyarakat Dinilai Mengendorkan PSN, Kasus DBD Melonjak Hingga 802 Kasus, Tiga Meninggal

Dinkes Bantul mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dan meningkatkan pemberantasan sarang nyamuk.

Penulis: Santo Ari | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Nyamuk aedes aegypti 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) dan meningkatkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Apalagi kondisi cuaca saat ini memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak termasuk nyamuk Aedes aegypti yang merupakan sumber penyakit demam berdarah dengue (DBD).

Kepala Bidang (Kabid) Penanggulangan Penyakit Dinkes Bantul dr. Sri Wahyu Joko Santoso menjelaskan, saat ini curah hujan sudah lumayan sering dengan tingkat kelembaban yang tinggi.

Dalam kondisi ini, sangat memungkinkan nyamuk berkembang biak.

"Di Bantul, sampai September ada 802 kasus, dengan tiga kematian karena DBD. Jika dibandingkan tiga tahun yang lalu naik dua kali lipat. Kenapa tiga tahun, karena dua tahun kemarin kita tak bisa melakukan pembandingan karena tertutup kasus Covid-19," ujarnya, Sabtu (8/10/2022).

Pria yang akrab disapa dokter Oki ini menyatakan, setelah dilakukan pendalaman, tiga kasus kematian karena DBD ini bukan diakibatkan karena keterlambatan penanganan medis dan bukan karena keterlambatan merujuk dari faskes.

Namun hal itu lantaran keterlambatan masyarakat dalam melakukan pemeriksaan diri.  

"Jadi tiga kasus ini semua terlambat masuk ke puskesmas maupun RS, sudah dalam keadaan fase kritis. Padahal mereka sudah dianjurkan untuk segera, tapi menunggu dan menunggu," katanya.

Baca juga: Akses Jalan Desa Gunungteges-Purbayan Kembali Dibuka, Setelah Sempat Tertutup Material Longsor

Adapun dalam kasus DBD, fase kritis akan muncul di atas hari keempat demam. Selama hari kedua sampai keempat, warga masyarakat harus cepat melakukan pemeriksaan.  

"Yang tiga orang itu datang saat fase kritis, panas hari kelima, keenam baru diperiksakan. Kalau sudah seperti itu, upaya medis sudah maksimal," terangnya.

Melihat kondisi cuaca dan sudah banyaknya pasien DBD, Oki pun meminta masyarakat kembali mengaktifkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M menguras, mengubur dan menutup agar kasus DBD bisa dikendalikan.  

"Dalam dua tahun belakangan, kasus demam berdarah mulai diabaikan masyarakat, padahal promosi dan edukasi tentang demam berdarah dan PSN tetap berjalan," katanya.

Masyarakat dinilai sudah mengendorkan PSN. Terlihat sebelum pandemi Covid-19, Kapanewon Sewon, Kasihan dan Banguntapan berada di peringkat 10 besar jumlah kasus DBD.

Namun di tahun ini tiga kapanewon tersebut berada di ranking tiga teratas se-Kabupaten Bantul dalam jumlah kasus DBD.
 
"Artinya kemungkinan faktor kendornya PSN sudaj muncul lagi. Masyarakat melupakan PSN. Kalau dulu PSN kenceng, DBD bisa dikendalikan, tapi sekarang naik lagi," bebernya.

Selain kendornya PSN, Oki juga menduga banyak masyarakat menganggap demam yang dirasakan adalah Covid-19. Sedangkan saat ini tingkat keparahan Covid-19 sedang mengalami penurunan.  

"Masyarakat menganggap istirahat saja sudah cukup. Sehingga saat mendapat layanan kesehatan dalam kondisi yang sudah terlambat," katanya.

Lebih lanjut, Pemkab Bantul melalui Dinas Kesehatan bersama World Mosquito Program (WMP) saat ini tengah menjalankan program bertajuk Wolbachia wis Masuk Bantul atau WOW Mantul.

Sejak bulan Mei kemarin, Dinkes bersama WMP menyebar ember berisi telur nyamuk ber-wolbachia, dengan demikian nyamuk ber-wolbachia yang menetas dapat kawin dengan nyamuk lokal dan dapat mematikan virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

"Wolbachia, saat ini disebar di 11 kapanewon, angka populasi baru di angka 44 persen dari target 60 persen. Kita akan melakukan evaluasi pada awal Desember nanti. Kita harapkan target populasi 60 persen nyamuk wolbachia bisa tercapai Desember nanti dan itu akan terus bertumbuh di tahun berikutnya," urainya.  

Namun demikian, nyamuk ber-wolbachia disebutnya adalah teknologi terapan dan merupakan upaya pendukung dan bukan yang utama untuk menekan kasus DBD.

"Yang utama dalam pengendalian nyamuk aedes aegypti, jadi tetap harus PHBS dan PSN yang perlu kita tingkatkan dan lakukan rutin," pungkasnya.(Tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved