Miliki Empat Motif Khas, Keindahan Batik Keloen Asal Magelang Tembus Pasar Internasional

Keempat motif Batik Keloen khas Magelang itu yakni Pacar Prenthil, Sapto Renggo,  Sawut Kelapa dan Untu Butho.

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Proses pembuatan Batik Keloen oleh ibu-ibu di Dusun Wanasari, Desa Tirtosari,Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, pada Rabu (05/10/2022) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting

TRIBUNJOGJA COM, MAGELANG - Sebuah rumah produksi batik yang bernama Batik Keloen berlokasi di Dusun Wanasari, Desa Tirtosari,Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang memiliki empat motif khas yang sudah mendapatkan hak paten secara nasional.

Keempat motif itu yakni Pacar Prenthil, Sapto Renggo,  Sawut Kelapa dan Untu Butho.

Motif-motif ini pun diambil dari makna kehidupan yang ada di sekitar. 

"Seperti, Pacar Prenthil merupakan tanaman langka di Jawa yang biasanya hanya dimiliki para priyayi atau orang kaya zaman dahulu," ucap Andre Yudho (38), pemilik rumah produksi Batik Keloen, Jumat (07/10/2022).

Kemudian untuk motif Sapto Renggo, lanjutnya, memiliki makna yang menonjolkan tujuh sifat kebaikan manusia. 

"Sedangkan, dua lainnya merupakan motif yang dikreasikan oleh anak saya. Untuk makna spesifiknya belum ada,"tuturnya.

Kunci kesuksesan Batik Keloen, kata Andre, tak lepas dari upaya mempertahankan kualitas dari produknya. 

Hanya ada dua jenis kain batik yang dikeluarkannya, yakni kain batik kombinasi dan kain batik tulis. Kedua jenis kain  ini pun sudah tembus pasar internasional.

"Kalau kain batik kombinasi itu campuran antara cap 30 persen, dan tulis 70 persen. Kita sudah ekspor ke negara Belanda, Jerman, Eropa Timur, Kanada. Kebetulan,  juga sudah ada langganan tetap di Jakarta dan Belanda. Pesan itu bisa sampai 300 lembar per bulan. Kita juga  pameran pernah di Belanda , Cina, dan Jerman namun karena pandemi masih berhenti,"terangnya.

Menariknya lagi, untuk proses pewarnaan kain produksi Batik Keloen juga menyesuaikan dengan pasar.

Pewarnaan kain dibuat dengan memakai bahan sintetis dan alami.

"Kami ada dua macam warna sintetis dan alami. Untuk pewarna alami menggunakan dari tumbuhan seperti secang, julaweh, indigo, yang kita tanam sendiri. Karena, kalau pasar lokal itu lebih suka warna yang terang. Berbeda dengan pasar asing yang lebih suka warna-warna alam,"ucapnya.

Ia menambahkan, untuk produksi kain batik kombinasi bisa menghasilkan 15-20 potong per bulan.

Sedangkan untuk produksi batik tulis  hanya menghasilkan 10 lembar per bulannya dengan motif sederhana.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved