Berita Magelang Hari Ini

Petani di Desa Sukomulyo Magelang Raup Cuan Lebih dari Penerapan Inovasi Metode Tumpangsari

Petani yang tergabung dalam Gapoktan Ngudirahayu sukses melakukan budidaya aneka tanaman dalam satu lahan atau metode tumpangsari.

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Proses penanaman jahe pada metode tumpangsari oleh petani di Desa Sukomulyo, Kabupaten Magelang, beberapa waktu lalu. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Kreativitas dan inovasi di dunia pertanian terus mengalami perkembangan.

Seperti yang dilakukan para petani di Desa Sukomulyo, Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang  yang berada di ketinggian lereng Gunung Sumbing.

Petani yang tergabung dalam Gapoktan Ngudirahayu sukses melakukan budidaya aneka tanaman dalam satu lahan atau metode tumpangsari.

Kepala Desa Sukomulyo, Ahmat Riyadi, mengatakan penerapan metode tumpangsari sudah dilakukan dalam lima tahun terahir.

"Tanaman yang ditumpangsari antara lain  tanaman alpukat, jahe, cabai, sawi dan aneka sayur lainnya. Luasan lahan yang sudah jadi adalah kurang lebih 4 hektar sampai 5 hektar yang kami sewa dari anggota Gapoktan,"ujarnya pada Jumat (16/09/2022).

Menurut Riyadi, semua tanaman itu pun sukses dipanen dan dapat menambah penghasilan para petani karena saat dipanen masing masing tanaman memiliki harga tersendiri.

Saat ini para petani tengah bersemangat panen raya buah alpukat yang juga tumpangsari dengan jahe dan cabe.

Namun demikian hasil panen semua tanaman itu luar biasa.

Ia mencontohkan untuk berat satu buah alpukat jenis alligator dan mete asal Gunung Sumbing bisa mencapai 8 ons hingga 1 kg.

Untuk harga jual alpukat sekarang ini di kisaran Rp20.000 sampai Rp25.000 perkilonya.

"Alpukat kurang lebih dalam satu musim kita panen 1 ton yang di lahan ini 2 hektare dan kalau jahe kurang lebih 10 ton,"tuturnya.

Seorang petani yang juga Ketua Gapoktan Ngudirahayu, Mustofa, mengungkapkan berdasarkan pengalaman selama 3 tahun pola tumpangsari sangat menguntungkan dan lebih praktis dibanding pola tanam konfensional satu jenis komoditas saja.

Menurutnya tumpangsari juga dapat mengantisipasi kerugian bagi petani karena tanaman sayur mayur harus rutin mengolah lahan setelah panen atau sebelum tanam.

Sementara pada tanaman jahe hanya dibutuhkan satu kali mencangkul karena begitu jahe dipanen langsung sudah jadi lahan lagi yang bisa dimanfaatkan untuk tanaman lain juga.

"Kami nggak suruh orang nyangkul lagi, udah, tinggal tanam lagi. Itu saya minatnya kesitu, untuk tanam jahe. Jadi, tanam jahe, saya panen cabe. Yang sebelah sana tanem jahe panen alpukat. Yang sebelah sana, tanam jahe berbuah jeruk nipis," jelas Musthofa.

Selain menguntungkan dan efisien pola tanam tumpangsari tanaman yang dilakukan petani di Sukomulyo ini juga menjadi upaya konservasi lahan.

Adanya akar pohon alpukat memungkinkan menjaga stabilitas tanah tebing dari potensi longsor meski lahan terasiring berada di kemiringan terjal.

Sementara itu Kabid Tanaman Pangan dan Hortikulutra Distanpan Kabupaten Magelang, Ade Srikuncoro Kusumaningtyas, menuturkan Desa Sukomulyo sangat potensial untuk budidaya tanaman jahe emprit.

Potensi untuk jahe emprit seluas kurang lebih 2 hektar, dan setelah dipipil bisa mendapatkan sekitar hampir 25 ton per hektar.

Hal ini menandakan bahwa ada potensi kaitan dengan tanaman herbalis ini dapat memberikan potensi untuk wisata herbal di Kabupaten Magelang

"Kami harap kepada para investor ataupun para mitra untuk bisa melihat potensi yang ada di kabupaten Magelang, karena hasil dari komoditas panenan ini sangat baik bagi pertanaman herbal di Kabupaten Magelang," harapnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved