Tuntunan Salat

Apa Hukumnya Menggendong Anak Saat Salat? Diperbolehkan Apa Tidak ?

bagaimana pandangan islam tentang hukum menggendong anak saat shalat. apakah membawa anak ketika shalat dengan cara menggendong itu diperbolehkan?

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ilustrasi Salat : Apa Hukumnya Menggendong Anak Saat Salat 

TRIBUNJOGJA.COM - Mengasuh anak kecil terbilang bukan urusan yang mudah dan sepele bagi orang tua.

Seringkali anak kecil sulit diatur, tidak dapat dibiarkan bahkan tidak bisa ditinggal beraktifitas.

Karena mereka anak kecil masih butuh pendampingan dan perhatian yang lebih dari orang tuanya.

Oleh karena itu, tidak jarang orang tua yang membawa anaknya di setiap aktifitas kesehariannya termasuk membawa anaknya ketika shalat dengan cara menggendong.

Dalam hal ini, bagaimana pandangan islam tentang hukum menggendong anak saat shalat.

Apakah membawa anak ketika shalat dengan cara menggendong itu diperbolehkan?

Dalam kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar al-Asqalani dijelaskan bahwa sebenarnya Rasulullah SAW pernah melakukan hal tersebut, yakni ketika sedang shalat Rasulullah pernah menggendong cucunya, Umamah bin Abil ‘Ash, putri dari Sayyidah Zainab radhiyallahu ‘anha, dimana ketika sedang sujud beliau menurunkannya dan ketika berdiri beliau menggendongnya kembali.

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي وهو حامل امامة بنت زينب فاذا سجد وضعها واذا قام حملها

( Rasulullah Saw sholat sambil menggendong cucunya, Umamah Binti Zainab. Ketika beliau hendak sujud, maka beliau meletakkannya.

Lalu ketika berdiri, beliau menggendongnya kembali “HR. Bukhori dan Muslim” )

Mengenai hadis tersebut, Imam Muslim menambahkan bahwa ketika itu Rasulullah sedang shalat di masjid.

وهو يؤم الناس في المسجد

“Pada waktu itu beliau sedang menjadi imam di masjid.” (HR. Muslim).

Dari hadis di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa hukum menggendong anak ketika shalat adalah diperbolehkan, karena pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Namun, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu ketika hendak menggendong anak kecil dalam shalat, anak tersebut harus dalam keadaan suci, atau bajunya dalam keadaan najis, atau mengenakan popok yang tentunya berisikan najis, termasuk anak kecil yang belum disunat (baca: Khitan), karena bagian yang seharusnya dipotong saat khitan itu akan menyimpan sisa-sisa air kencing yang tidak mungkin bisa disucikan melainkan dengan memotongnya.

Akan tetapi, seringkali kita melihat anak kecil laki-laki yang belum dikhitan duduk atau bersimpuh pada orang tuanya yang sedang shalat, dimana dalam kulit kemaluan anak laki-laki tersebut terdapat sisa najis kencing yang belum tersucikan sepenuhnya.

Maka dalam hal ini ada dua hal yang perlu dicermati:

Pertama, apabila anak kecil yang belum dikhitan tersebut sekedar menyentuh atau menempel, maka tidak membatalkan shalat, karena tidak dikategorikan membawa perkara yang bersentuhan dengan perkara najis.

Syekh Ismail Zain menjawab:

أَمَّا مُجَرَّدُ مُمَاسَةُ لِبَاسِ الصَّبِيِّ وَتَعَلًّقِهِ بِالْمُصَلِّي دُوْنَ أَنْ يَحْمِلَهُ فَلَا تَبْطُلُ بِهِ الصَّلَاةُ

( Ketika pakaian anak kecil hanya menyentuh dan menempel pada orang yang salat tanpa menggendong (bergelantungan), maka salatnya tidak batal.)

Kedua, menurut pendapat yang paling sahih, Qulfah (kulit penutup kemaluan pria) dikategorikan anggota luar sehingga wajib dibasuh.

Namun, menurut pendapat lain tergolong anggota dalam sehingga tidak wajib dibasuh.

Imam as-Suyuti berkata:

اَلْقُلْفَةُ فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَجِبُ غَسْلُ مَا تَحْتَهَا فِي الْغُسْلِ وَالْإِسْتِنْجَاءِ إِجْرَاءً لَهَا مَجْرَى الظَّاهِرِ وَمُقَابِلُهُ يُجْرِيْهَا مَجْرَى الْبَاطِنِ

( Kulit penutup kemaluan pria, menurut pendapat paling sahih, wajib dibasuh najis di bawahnya ketika mandi atau cebok karena dikategorikan anggota luar.

Namun menurut pendapat lain mengkategorikannya sebagai anggota dalam.)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa apabila mengikuti pendapat yang kedua, maka jika kita diduduki atau dirangkul anak kecil saat salat tidak batal secara mutlak, karena menurut pendapat ini, anggota tersebut dikategorikan sebagai anggota dalam yang tidak ada kewajiban membasuh najis di bawahnya.

Wallahu a’lam.

(MG/HANIF RIZAL HIDAYAT)

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved