Berita Jogja Hari Ini

Pernyataan Tegas Sultan HB X soal Kasus di SMAN 1 Banguntapan: Tidak Boleh Paksa Pakai Jilbab

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan satu kepala sekolah dan tiga guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul telah dinona

Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM / Yuwantoro Winduajie
Gubernur DIY , Sri Sultan Hamengku Buwono X 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kasus dugaan pemaksaan penggunaan hijab kepada siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan berbuntut panjang.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan satu kepala sekolah dan tiga guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul telah dinonaktifkan.

Penonaktifan itu dilakukan agar tim investigasi dapat fokus melakukan pengusutan terkait adanya dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan pegawai.

"Satu kepala sekolah, tiga guru saya bebaskan dari jabatannya. Tidak boleh mengajar dulu sampai nanti ada kepastian," kata Sri Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Kamis (4/8/2022).

Saat ini Sri Sultan masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan DIY maupun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY.

Hasil pengusutan akan menentukan nasib guru tersebut ke depannya termasuk jenis sanksi yang akan dijatuhkan.

Lebih lanjut, Sultan mengaku bakal menindak tegas jika oknum guru tersebut terbukti melakukan pelanggaran.

Sebab tindak pemaksaan penggunaan atribut keagamaan tertentu telah melanggar aturan yang ditetapkan, yakni Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 terkait penggunaan seragam sekolah.

"Persoalan itu harus ditindak, saya nggak mau pelanggaran seperti itu didiamkan. Ketentuan kan sudah ada, tidak boleh memaksa (menggunakan jilbab)," jelas Sri Sultan.

"Wong yang salah sekolahnya, oknumnya kok. Oknumnya tindak jangan malah anaknya yang salah," tambah Sultan.

Sementara Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya membenarkan bahwa kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan Bantul dan tiga guru lainnya telah dinonaktifkan untuk sementara waktu.

Adapun tiga guru tersebut meliputi dua guru BK dan satu wali kelas.

"Surat penonaktifan dari Balai Dikmen Bantul, Disdikpora sifatnya mengetahui. Kan sudah kita diskusikan dengan BKD ternyata sudah sesuai ketentuan jadi dibebas tugadkan sementara," jelasnya.

Siswa depresi serius

Menanggapi hal itu, pendamping siswi sekaligus Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Saranglidi, Yuliani Putri Sunardi mengatakan kini pihaknya fokus pada pemulihan psikologi anak.

“Dia serius itu depresinya. Dia ternyata sudah dirundung sejak pertama kali masuk sekolah tanggal 11 Juli 2022, pertama kali Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Jadi kami fokus pemulihan dulu, sambil menunggu keputusan,” ujarnya ketika dihubungi Tribun Jogja, Kamis malam.

Keputusan yang dimaksud adalah bagaimana Ombudsman RI (ORI) perwakilan DIY memberikan rekomendasi atas investigasi ke sekolah tersebut.

Juga, bagaimana Badan Kepegawaian Daerah (BKD) bisa menjatuhkan sanksi pada kasek dan tiga guru tersebut.

“Minggu depan masih harus ke psikolog lagi. Kami dari pendamping juga berupaya membuat dia nyaman. Kalau ada buku cerita yang bagus, kami antar agar dia juga membaca dan bebannya berkurang,” tutur Yuli lagi.

Tidak hanya itu, pendamping juga intens berkomunikasi dengan ibu dan siswi untuk mempersiapkan metode pembelajaran yang tepat demi mengejar ketertinggalan.

“Sampai sekarang belum masuk itu dia, sejak 26 Juli 2022. Asesmen psikolognya memang belum selesai,” tuturnya lagi.

Yuli menjelaskan, adanya penonaktifan itu juga menjadi salah satu langkah tepat yang dilakukan pemerintah.

Maka, orang-orang yang terlibat dengan kasus dugaan pemaksaan jilbab ini bisa fokus mengikuti perkembangan investigasi.

“Ini efek jera juga untuk mereka dan sekolah lain. Jangan sampai ada lagi pemaksaan seperti ini. Aturannya sudah jelas kan tentang seragam. Ini warning untuk semuanya,” bebernya.

Ia juga mengapresiasi gerak cepat dan perhatian Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X terhadap kasus dugaan pemaksaan ini.

Dikatakannya, dengan keputusan Sultan, setidaknya beban anak bisa berkurang dan tidak merasa sendiri.

“Saya harap, siswi tersebut juga membaca ucapan Pak Sultan ya. Kalau dari keluarga yang memantau, mereka merasa lega diperhatikan. Bebannya jadi bisa berkurang,. Semoga BKD juga bisa tegas beri sanksi,” tutup Yuli.

Cederai pendidikan inklusif

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Yogyakarta mendorong eksekutif dan legislatif di pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan proses pendidikan.

Mereka juga meminta agar pemerintah DIY benar-benar mengimplementasikan Pergub Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Inklusif.

"Kami mendorong pemerintah DIY melalui Disdikpora DIY untuk menjalankan Pergub tentang Pendidikan Inklusif," kata Ketua KPAID Yogyakarta Sylvi Dewanjani, Kamis (4/8/2022).

Dipasal 1 Pergub tersebut berbunyi pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan peran kepada semua peserta didik dalam suatu iklim dan proses pembelajaran bersama tanpa membedakan latar belakang sosial, politik, ekonomi, etnik, agama, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik maupun mental, sehingga sekolah merupakan miniatur masyarakat.

"Kami juga meminta DPRD DIY melakukan pengawasan terkait peraturan atau regulasi yang dijalankan pada satuan pendidikan. Terutama di sekolah-sekolah yang seharusnya menjadi sekolah terbuka bagi semua anak tanpa diskriminasi dan dilaksanakan dengan menghargai keberagaman," tegas Sylvi.

Sylvi menambahkan, dari kasus dugaan pemaksaan penggunaan hijab di SMA Negeri 1 Banguntapan ini dirinya menekankan seluruh sekolah negeri untuk dapat mematuhi regulasi yang sudah ada.

Institusi sekolah diminta KPAID Yogyakarta untuk segera mengupayakan dengan benar perwujudan Sekolah Ramah Anak.

"Bukan hanya sekedar pernyataan melalui papan nama, namun juga pada tataran implementasi yang selalu mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak," imbuhnya.

Selanjutnya, KPAID Yogyakarta mengharap tidak ada pemberitaan yang berdampak negatif pada siswi yang diduga depresi akibat dugaan pemaksaan penggunaan jilbab di SMA Negeri 1 Banguntapan.

Merespon hal ini, Ketua Komisi D DPRD DIY Koeswanto merasa prihatin atas kejadian yang menimpa salah satu siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan yang diduga dipaksa mengenakan hijab tersebut.

Dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil kepala sekolah yang bersangkutan serta dinas terkait sebagai bentuk pengawasan.

"Senin besok kami berencana memanggil mereka ke Komisi D. Karena persoalan ini sudah melebar kemana-mana," pungkasnya. (Tribunjogja.com/ard/tro/da)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved