Berita Bantul Hari Ini
Seorang Guru SMPN 1 Pandak Bantul Tegur Siswi Karena Tak Pakai Jilbab, Ini Penjelasan Berbagai Pihak
Seorang guru di SMPN 1 Pandak menegur siswinya yang saat itu tidak mengenakan Jilbab di dalam kelas pada 15 Juli 2022 lalu.
Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Seorang guru di SMPN 1 Pandak menegur siswinya yang saat itu tidak mengenakan Jilbab di dalam kelas pada 15 Juli 2022 lalu.
Kondisi itu sempat membuat siswi tersebut tertekan.
Saat ini kasus tersebut telah diselesaikan secara musyawarah, dan siswi tersebut sudah bersekolah seperti biasa tanpa tekanan.
Lambang, selaku orang tua siswi tersebut menceritakan, bahwa pada 15 Juli kemarin anaknya diminta untuk mewakili sekolah dalam audisi lomba menyanyi tingkat kabupaten.
Dari guru pembimbing, guru vokal dan siswa sepakat untuk mengenakan kostum nasional, batik lengan panjang, rok panjang tanpa Jilbab dalam pengambilan video menyanyi tersebut.
"Saat itu ada jeda 20 menit sebelum take video, anak saya ditanyai apakah akan menunggu di lokasi atau menunggu di ruang kelas. Karena anak saya tidak ingin ketinggalan pelajaran, akhirnya ikut kelas dulu," ujarnya saat dihubungi Rabu (3/8/2022).
Setibanya di ruang kelas, seorang guru matematika menegur siswi tersebut karena tidak mengenakan Jilbab.
Guru tersebut menanyakan alasan anak tersebut, dan dijawab bahwa ini untuk keperluan pembuatan video klip.
Guru tersebut tetap dalam pendiriannya bahwa meskipun take video, siswi tersebut tetap harus mengenakan Jilbab .
• Siswa SMPN 2 Grabag Magelang Ditemukan Tewas, Sempat Dijemput Teman
Si anak pun menjawab bahwa keputusan tidak mengenakan Jilbab ini hasil koordinasi dari guru pembimbing dan guru vokal.
Lambang yang mengetahui permasalahan tersebut pun berusaha konfirmasi ke sekolah.
Dan kepala sekolah menyatakan bahwa pihaknya akan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Namun ternyata pada tanggal 19 Juli 2022, anaknya justru diminta menghadap ke ruang kepala sekolah di mana disitu ada guru matematika yang menegur anaknya dan guru BK.
Mengetahui hal tersebut, Lambang pun marah karena merasa anaknya telah disidang tanpa didampingi orang tua.
"Kok seperti itu? Anak saya yang masih SMP harus berhadapan dengan guru-guru yang lebih tua. Selain usia yang berbeda jauh, secara struktur juga berbeda, guru dan siswa," tegasnya.
Sehari kemudian, Lambang pun datang ke sekolah untuk klarifikasi dan menyatakan bahwa permasalahan itu sudah selesai.
Menurutnya hal tersebut harus segera diluruskan untuk kepentingan anak.
Apalagi guru yang terlibat adalah guru matematika di mana pelajaran itu sangat penting untuk meneruskan pendidikan jenjang selanjutnya.
"Kalau anak sudah baik (kondisinya), tidak terlalu tertekan. Anak mentalnya kuat, tapi kalau berhadapan dengan guru yang ketemu setiap hari juga nggak enak juga. Matematika itu pelajaran penting, kalau ketemu guru tidak nyaman gimana kita menerima pelajaran. Maka saya sebagai orang tua klarifikasi agar nyaman, anak dan guru tidak ada permasalahan. Akhirnya sekarang sudah berdamai dan saling mengerti," tuturnya.
Adapun kasus itu sampai ke telinga anggota DPRD Kabupaten Bantul yang langsung ditindaklanjuti dengan mendatangi SMPN 1 Pandak pada Rabu (3/8/2022).
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul yang membidangi pendidikan, Suratman menyatakan bahwa kedatangannya ke sekolah tersebut untuk menanyakan kejadian yang dialami siswi SMPN 1 Pandak.
"Dan di sana disampaikan bahwa memang betul ada kejadian tersebut. Pada intinya ada miss komunikasi. Dan antara orang tua, guru dan anaknya sudah menyelesaikan masalahnya," ujarnya.
Dirinya pun sudah menghubungi orang tua siswi tersebut dan menanyakan kondisi si anak.
Dari sana ia mendapat informasi bahwa siswi tersebut sudah dalam keadaan baik dan tidak dalam kondisi tertekan, termasuk orang tuanya.
Persoalan itu diakui Suratman sudah selesai, dari pihak guru juga sudah meminta maaf dan mengakui ada kesalahan, dan siswanya juga sudah kembali sekolah seperti biasa.
"Artinya hubungan guru dan anak sudah baik. Mental anak sudah baik, tidak ada tekanan," ujarnya.
Ia pun sudah menyampaikan ke pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) agar para pendidik dapat mengajar dengan baik sesuai tugas masing-masing dan selalu berhati-hati dalam mendidik anak.
Ia tidak ingin pendidikan di Kabupaten Bantul tercoreng karena masalah intoleransi.
Baca juga: KEBAKARAN: Api Hanguskan Dapur Warga Piyungan Bantul, Kerugian Ditaksir Puluhan Juta Rupiah
"Kita tidak mau ada intoleransi di pendidikan Bantul, karena Pancasila adalah pemersatu bangsa. Selain itu tidak ada kewajiban di sekolah negeri para siswinya harus mengenakan Jilbab . Karena dasar kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Yang penting semua berjalan baik, tertib dan aman," tandasnya.
Terpisah, Kepala SMPN 1 Pandak, Wajiana mengatakan kasus peneguran siswa untuk mengenakan Jilbab oleh salah satu gurunya hanya kesalahpahaman dan kasus tersebut sudah diselesaikan dengan baik pada 20 Juli lalu.
"Hanya miss komunikasi dan orang tuanya juga sudah menyadari itu kurang komunikasi dan kesalahpahaman,” katanya.
Ia memastikan tidak aturan kewajiban bagi siswi di SMPN 1 Pandak untuk mengenakan Jilbab , termasuk tidak ada sanksi bagi yang tidak mengenakan Jilbab . (nto)