Berita DI Yogyakarta Hari Ini

Pukat UGM : OTT Haryadi Suyuti, Bukti Pembangunan di Yogyakarta Sarat Masalah

OTT Haryadi Suyuti harus menjadi kunci KPK agar mau menyelidiki lebih banyak tentang dugaan korupsi di wilayah Kota Yogyakarta.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti berjalan keluar dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). KPK resmi menahan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti bersama tiga orang lainnya serta mengamankan barang bukti berupa uang sebesar USD 27.258 dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti resmi menjadi tersangka kasus suap apartemen Royal Kedaton yang terletak di Jalan Kemetiran Lor.

Ia ditetapkan menjadi tersangka di Jakarta, Jumat (3/6/2022), setelah dijaring KPK melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT), Kamis (2/6/2022).

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ( UGM ), Zaenur Rohman mengatakan, OTT yang menjerat Haryadi ini menjadi salah satu bukti bahwa sebenarnya pembangunan di Yogyakarta sarat masalah.

“Banyak yang bilang, OTT HS ini pecah telur ya. Artinya, ada satu kepala daerah yang dijaring KPK terbukti melakukan korupsi,” kata dia kepada Tribunjogja.com , Sabtu (4/6/2022).

Baca juga: Haryadi Suyuti Tersangka Kasus Suap, Pakar Hukum UWM: Jargon Antikorupsi Pejabat Masih Belum Ideal

Meski begitu, kata Zaenur, ini menjadi tindakan KPK kedua untuk mencokok koruptor dari Yogyakarta.

Sebelumnya, di tahun 2019, sudah ada kasus korupsi lelang rehabilitasi saluran air hujan yang didalangi oleh dua jaksa dan satu kontraktor.

Mereka adalah Eka Safitra, Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta sekaligus anggota TP4D, Satriawan Sulaksono, Jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta dan Gabriella Yuan Ana sebagai Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri.

“OTT HS ini menegaskan bahwa problematika korupsi di Yogyakarta itu real. Adanya korupsi itu nyata. Ini jadi bukti, pembangunan di Yogyakarta sarat masalah, salah satunya ya korupsi ini,” katanya.

Menurutnya, OTT Haryadi Suyuti harus menjadi kunci KPK agar mau menyelidiki lebih banyak tentang dugaan korupsi di wilayah Kota Yogyakarta , tidak terbatas hingga ke kabupaten lain yang ada di DIY.

Sebab, selama ini, KPK sudah memegang puluhan laporan kasus korupsi dari DI Yogyakarta.

Tetapi hingga kini, belum ada tindakan nyata dari lembaga antirasuah tersebut.

“Mereka mendalami laporan itu, tapi KPK selama ini tidak cukup perhatian untuk melakukan penindakan di Yogyakarta. Misal, perizinan hotel, laporannya itu sudah masuk sejak 2012, sudah diteliti berkali-kali, tapi sampai saat ini tidak ada penindakan,” bebernya.

Dia mengungkap, pihaknya juga tidak tahu mengapa KPK tidak benar-benar menindak koruptor dari Yogyakarta.

“Mungkin, KPK menganggap Yogyakarta ini tidak terlalu menarik, karena skala korupsinya kecil dibanding daerah lain di Indonesia. KPK lebih banyak bikin program pencegahan korupsi di sini,” terang Zaenur.

Ia mengakui, tindakan preventif dari KPK untuk mencegah terjadinya korupsi di daerah tidaklah salah, hanya saja tetap harus diimbangi dengan program penindakan.

Sebab, indikasi adanya tindak pidana korupsi di kota gudeg ini sudah muncul sejak lama.

Baca juga: Haryadi Suyuti Tersangka Kasus Suap IMB, Pukat UGM: Sering WTP Bukan Berarti Bersih dari Korupsi

“OTT ini harus jadi pintu masuk KPK untuk mengulas, mendalami, mengkaji, meneliti bentuk pembangunan di Yogyakarta yang sangat masif selama satu dekade terakhir. Kita bisa lihat, pembangunannya luar biasa kan, dari hotel, pusat perbelanjaan hingga apartemen,” urainya.

Dikatakannya, pembangunan masif itu juga sudah terlihat berdampak pada tatanan sosial masyarakat hingga masalah lingkungan dan kemacetan parah yang sering terjadi. 

Zaenur turut menjabarkan, kasus suap kecil mungkin saja bisa berhilir pada kasus suap yang lebih besar.

Dicontohkannya, di Jawa Tengah, ada suap Rp 70 juta yang kemudian dikembangkan KPK hingga terkuak bahwa ada suap senilai miliaran rupiah, bahkan menyeret banyak nama anggota dewan di pusat.

“ KPK bukan torehkan prestasi di Yogyakarta. Inilah titik awal KPK untuk melihat izin-izin pembangunan yang masif. OTT HS mungkin barang buktinya relatif kecil, tapi kalau dibongkar, saya kira tidak terbatas pada Kota Yogyakarta tapi juga kabupaten lain,” tegasnya.

Ia mengatakan, sudah ada pertanda jika suatu pembangunan yang tidak mematuhi aturan namun tetap saja terbit izinnya, bisa diduga perizinan diperoleh dengan cara melakukan suap pada kepalanya.

“Perizinannya jadi bermasalah. Menurut Pasal 66 Undang-Undang No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, perizinan bisa dibatalkan jika ada cacat dalam proses pemberian izin. Kalau sudah dibangun, operasinya harus diberhentikan,” tambahnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved