Ramadan 2022

4 Golongan yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa Ramadan

Ada 4 golongan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan yang dikutip dari buku Panduan Ramadan Bekal Meraih Ramadan Penuh Berkah

via 123rf.com
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Umat islam wajib menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Adapun syarat wajib berpuasa diantaranya yakni berakal, baligh, sehat, dalam keadaan suci tidak haid maupun nifas, mampu dan tidak dalam perjalanan.

Namun, ada beberapa golongan dengan kondisi tertentu yang diperbolehkan untuk tidak menjalankan puasa Ramadan.

Mereka dapat mengganti puasa pada hari lain maupun mengganti dengan fidyah.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Ramadan dan Doa Berbuka Puasa, Lengkap Arab Latin dan Artinya

Ada 4 golongan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan yang dikutip dari buku Panduan Ramadan Bekal Meraih Ramadan Penuh Berkah yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal:

1. Orang yang sakit

Allah Ta’ala berfirman “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Orang sakit yang boleh tidak puasa adalah jika mendapatkan mudarat dengan puasanya.

2. Orang yang bersafar

Dalil seorang musafir boleh tidak berpuasa adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).

Musafir punya pilihan boleh tidak puasa ataukah tetap berpuasa.

Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah, mereka berkata “Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang tetap berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak saling mencela satu dan lainnya.”

Baca juga: 7 Keutamaan Puasa Ramadan, Penghalang Siksa Api Neraka

Namun manakah yang lebih utama baginya, apakah berpuasa ataukah tidak?

Di sini bisa dilihat pada tiga kondisi:

a. jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.

b. jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban dan lebih mudah berpuasa dengan orang banyak daripada sendirian.

c. jika tetap berpuasa malah membinasakan diri sendiri, maka wajib tidak puasa.

Baca juga: 4 Keutamaan Bulan Ramadan, Perbanyak Doa Maka Akan Dikabulkan Allah SWT

3. Orang yang sudah tua renta

Selain berlaku bagi orang tua renta yang tidak mampu puasa, juga berlaku untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh sakit lagi dari sakitnya (tidak bisa diharapkan sembuhnya).

Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala, “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).

Begitu pula yang mendukungnya adalah riwayat berikut Dari ‘Atho’, ia mendengar Ibnu ‘Abbas membaca firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin “.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Ramadan dan Syarat Sah Berpuasa

Ibnu ‘Abbas berkata, “Ayat itu tidaklah mansukh (dihapus). Ayat itu berlaku untuk orang yang sudah sepuh dan wanita yang sudah sepuh yang tidak mampu menjalankan puasa. Maka hendaklah keduanya menunaikan fidyah, yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari tidak berpuasa.”

4. Wanita hamil dan menyusui

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”

Asy Syairozi -salah seorang ulama Syafi’i- berkata, “Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’ tanpa ada kafarah. Keadaan mereka seperti orang sakit. Jika keduanya khawatir pada anaknya, maka keduanya tetap menunaikan qadha’, namun dalam hal kafarah ada tiga pendapat.”

Baca juga: Doa 10 Hari Pertama Puasa Ramadan, Amalkan Maka Akan Mendapat Ampunan dan Pahala Berlimpah

Imam Nawawi berkata, “Wanita hamil dan menyusui ketika tidak berpuasa karena khawatir pada keadaan dirinya, maka keduanya boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’. Tidak ada fidyah ketika itu seperti halnya orang yang sakit. Permasalahan ini tidak ada perselisihan di antara para ulama. Begitu pula jika khawatir pada kondisi anak saat berpuasa, bukan pada kondisi dirinya, maka boleh tidak puasa, namun tetap ada qadha’. Yang ini pun tidak ada khilaf. Namun untuk fidyah diwajibkan menurut madzhab Syafi’i.”

Sedangkan mewajibkan hanya menunaikan fidyah saja bagi wanita hamil dan menyusui tidaklah tepat.

Baca juga: Bacaan Niat Shalat Tarawih Berjamaah Maupun Sendiri di Bulan Ramadhan 1443 H

Ibnu Qudamah berkata, “Wanita hamil dan menyusui adalah orang yang masih mampu mengqadha’ puasa (tidak sama seperti orang yang sepuh). Maka qadha’ tetap wajib sebagaimana wanita yang mengalami haidh dan nifas.

Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 184 menunjukkan kewajiban fidyah, namun itu tidak menafikan adanya qadha’ puasa karena pertimbangan dalil yang lain.

Imam Ahmad sampai berkata, “Aku lebih cenderung memegang hadits Abu Hurairah dan tidak berpendapat dengan pendapat Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar yang berpendapat tidak wajibnya qadha’.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata, “Lebih tepat wanita hamil dan menyusui dimisalkan seperti orang sakit dan musafir yang punya kewajiban qadha’ saja (tanpa fidyah). Adapun diamnya Ibnu ‘Abbas tanpa menyebut qadha’ karena sudah dimaklumi bahwa qadha itu ada.”

Baca juga: Lengkap, Berikut Jadwal Buka Puasa Wilayah Yogyakarta Ramadan 1443 H / 2022

Kewajiban qadha’ saja yang menjadi pendapat ‘Atho’ bin Abi Robbah dan Imam Abu Hanifah.

Sehingga wanita hamil dan menyusui masih terkena ayat, “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185). (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved