Presiden Ukraina : Kami Siap di Posisi Netral, Tidak Gabung NATO
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menyebut negaranya siap untuk berada dalam posisi netral, bebas nuklir
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, KYIV - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menyebut negaranya siap untuk berada dalam posisi netral, bebas nuklir, dan menawarkan jaminan keamanan kepada Rusia.
Hal itu merupakan sikap dari Ukraina guna memenuhi syarat utama mengakhiri perang dengan Rusia.
Meski siap untuk memenuhi syarat utama sesuai permintaan Rusia, namun, Zelenskyy mengatakan bahwa pemerintahnya 'hati-hati' mempertimbangkan opsi untuk mengadopsi status netral menjadi bagian dari kesepakatan damai dengan Rusia.
Pernyataannya muncul dalam wawancara video dengan media independen Rusia.
"Poin negosiasi ini dapat dimengerti oleh saya, dan sedang dibahas, sedang dipelajari dengan cermat. Jaminan keamanan dan netralitas, status non-nuklir negara kami. Kami siap untuk itu. Ini poin terpenting," katanya, dalam wawancara selama 90 menit tersebut.
Dia juga mengatakan bahwa penggunaan bahasa Rusia di Ukraina adalah topik yang dibahas, tetapi tidak akan membahas demiliterisasi, satu tuntutan utama Moskow sejak awal perang.
Zelenskyy menyatakan, kesepakatan apa pun harus disertai dengan jaminan dari pihak ketiga, dan akan diputuskan melalui referendum.
Dia juga mengatakan kepada wartawan Rusia bahwa invasi telah menghancurkan kota-kota berbahasa Rusia di Ukraina.
Baca juga: Kapan NATO Akan Bergerak Melawan Rusia? Ini Kata Amerika Serikat
Baca juga: Amerika Pastikan NATO Akan Bergerak Jika Rusia Mulai Pakai Senjata Kimia
Di tengah kesiapan kedua negara melanjutkan perundingan damai, sejumlah kota di Ukraina masih membara, dengan serangan pasukan Rusia yang menghancurkan berbagai fasilitas vital.
Seperti diketahui, perang di Ukraina memasuki hari ke-33 pada Senin (28/3/2022).
Ribuan bangunan di Ukraina hancur, rata dengan tanah, jutaan orang Ukraina mengungsi mencari selamat ke negara tetangga, ribuan orang tewas, dan ribuan orang terluka.
Kecaman dan kutukan datang bertubi-tubi dari segala penjuru dunia yang dialamatkan ke Rusia, Majelis Umum PBB menerbitkan resolusi yang didukung 141 negara anggota mengutuk dan menuntut pernarikan pasukan secara penuh, bahkan Mahkamah Internasional pun memerintahkan agar Rusia menghentikan operasi militer.
Berbagai sanksi ekonomi pun dijatuhkan AS dan negara-negara Eropa, serta sejumlah negara lain, dan banyak perusahaan bereaksi terhadap invasi militer itu. Namun, hal itu belum mampu menghentikan perang.
Adapun, perundingan Rusia-Ukraina secara offline akan kembali digelar pada Selasa-Rabu (29-30/3). Perundingan Rusia-Ukraina ronde terbaru kemungkinan akan diadakan di Turki. (*)