Gelar Workshop Kolaborasi, Kesbangpol DIY dan Bank BPD DIY Dukung Pertumbuhan Ekonomi dari Desa

Kesbangpol DIY bekerja sama dengan Bank BPD DIY serta narasidesa untuk menciptakan kestabilan di masa pandemi Covid-19 ini.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
Workshop Tata Kelola Kolaborasi dalam Pengembangan Ekosistem Kewirausahaan Berbasis Desa yang diselenggarakan oleh Badan Kesbangpol DIY dan Bank BPD DIY, Selasa (15/3/2022) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY bekerja sama dengan Bank BPD DIY serta narasidesa menyelenggarakan Workshop Tata Kelola Kolaborasi dalam Pengembangan Ekosistem Kewirausahaan Berbasis Desa di Bank BPD DIY, Selasa (15/3/2022).

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Badan Kesbangpol DIY, Dewo Isnu Broto Imam Santoso, mengatakan kestabilan masyarakat didukung dengan stabilitas ekonomi itu sendiri.

Maka dari itu, Kesbangpol DIY bekerja sama dengan Bank BPD DIY serta narasidesa untuk menciptakan kestabilan di masa pandemi Covid-19 ini.

“Pariwisata, transportasi dan usaha yang bergerak di makanan dan minuman paling merasakan dampak di masa pandemi ini. Maka, perlu adanya penguatan ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat di DIY,” jelasnya.

Ia melanjutkan, usaha untuk membangkitkan ekonomi, apalagi dari sisi pariwisata, tidak bisa dibebankan pada obyek wisatanya saja, tetapi juga kesiapan masyarakat mengelola kawasan tersebut.

Ini sejalan dengan misi Bank BPD DIY untuk menjadikan setiap Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) mitra bank agar ada upaya pembinaan menuju usaha yang lebih menguntungkan.

“Kami tidak hanya ingin sekedar mencari laba, namun dengan kehadiran kami, diharapkan mampu memiliki kontribusi yang positif pada masyarakat. Termasuk untuk masyarakat di tingkat desa, kami menjalin sinergi,” ucap Direktur Utama Bank BPD DIY, Santoso Rohmad.

Santoso mengatakan telah membangun sinergi dengan Pemerintah Desa (Pemdes) selama ini.

Sinergi tersebut mulai dari kaitannya pengelolaan keuangan, digitalisasi, pendampingan, hingga pemberian pembiayaan, untuk unit usaha di tingkat desa.

“Kami mendorong UMKM yang ada, sinergi juga dengan SiBakul Dinas Koperasi dan UKM DIY, saling beririsan semuanya,” ucap Santoso.

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendekatkan layanan, Bank BPD DIY membuka Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) yang bekerja sama juga dengan BUMDes.

Saat ini, sudah ada 332 agen Laku Pandai dan 400 rekening Laku Pandai Basic Saving Account (BSA) yang tercatat oleh Bank BPD DIY.

“Kami memberikan sharing fee, agen ini membantu membuka rekening sampai dengan memberikan layanan untuk KUR. Lebih efisien dengan ini,” kata Santoso.

Ditambahkan Santoso, adanya pandemi ini justru mempercepat proses digitalisasi di bidang perbankan.

Dengan digitalisasi, Bank BPD DIY juga mengembangkan aplikasi mobile banking yang bisa digunakan untuk bertransaksi tanpa harus ke bank.

“Dengan digitalisasi sudah tidak ada lagi batasan desa dan kota. Hanya dengan gadget dapat memasarkan produk jualannya, dan bertransaksi secara digital. Ini terus kami dorong juga, dan edukasi ke masyarakat, serta kami berikan berbagai promo. QRIS/QUAT kami tercatat sudah 56.702 merchant, mobile banking 101.495 pengguna,” ujarnya.

Bank BPD DIY juga mendorong desa-desa wisata untuk memanfaatkan momen digitalisasi ini untuk memperluas pasar.

Santoso mengharapkan dengan berbagai program, dan sinergi yang dijalin dapat mendukung pariwisata dan UMKM masyarakat hingga dapat menggerakan ekonomi masyarakat di DIY.

Dilanjutkannya, Bank BPD DIY juga menyiapkan sejumlah cabang pembantu (capem) di setiap daerah untuk melihat potensi desa.

“Seluruh capem itu punya desa binaan yang ada di wilayah mereka. Capem akan membantu pendampingan dan pembinaan. Jadi, memang kita mengubah paradigma yang dulu,” paparnya.

Ia mengatakan, beberapa tahun lalu, ada banyak kantor kas di setiap daerah.

Akan tetapi, menurutnya, layanan kas itu sudah selesai dengan digital banking dan penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), sehingga perlu melakukan perubahan menjadi unit bisnis strategis.

“Capem ini tidak boleh keluar dari daerahnya agar mereka bisa melihat potensi yang kecil-kecil. Semuanya terukur, target kualitatif dan kuantitatif. Kalau tidak fokus di satu tempat, nanti capem malah cari nasabah di luar daerah, potensi setempat tidak terlihat, pemantauan susah dan kredit bermasalah,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved