Travel

Museum Terbuka Bakalan, Penanda Ganasnya Erupsi Gunung Merapi 2010

Museum Terbuka Bakalan bisa menjadi destinasi wisata yang dapat memberikan nilai edukasi sekaligus wisata mitigasi bencana. 

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Pengunjung sedang melihat rumah warga yang rusak akibat erupsi gunung Merapi tahun 2010 di museum terbuka Bakalan, Kalurahan Argomulyo, Cangkringan, Sleman. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan letusan besar gunung api di Indonesia memasuki abad ke-21.

Letusan bersifat eksplosif dengan indeks letusan Volcano eksplosivity indeks (VEI) IV dan diperkirakan mengeluarkan material lebih dari 100 juta m3.

Dampaknya luar biasa, memakan ratusan korban jiwa, rumah-rumah warga luluh-lantak, kerugian harta-benda sangat besar nilainya.

Sepenggal peristiwa mengerikan itu, tergambar di Museum Terbuka Bakalan , Kalurahan Argomulyo, Cangkringan, Kabupaten Sleman

Dusun Bakalan terletak 11 kilometer dari puncak Gunung Merapi .

Baca juga: Update Gunung Merapi 14 Maret 2022, 6 Kali Guguran Lava Pijar Meluncur ke Barat Daya Pagi Ini

Namun, letusan eksplosif yang terjadi pada 5 November 2010 dini hari ternyata mampu menjangkau dan meluluh lantakan dusun tersebut.

Kini, puing-puing reruntuhan rumah warga dusun tersebut telah menjadi museum. 

Selain reruntuhan rumah, di lokasi ini terdapat pula endapan Gunung Merapi muda bakalan yang merupakan bukti dari proses geologi masa kini berupa erupsi gunungapi hembusan (awan panas).

Tidak jauh dari rumah warga, terdapat pula sebuah prasasti. 

"Prasasti sebagai pengingat daerah ini merupakan lokasi terjauh yang terdampak awan panas Gunung Merapi pada erupsi tahun 2010," tulis papan informasi di lokasi itu, dikunjungi tempo hari. 

Memasuki area museum, pengunjung bisa melihat deretan rumah warga yang berantakan, tidak beratap, serta jendela rontok dan dinding yang sebagian jebol mulai dipenuhi lumut.

Rumah- rumah tersebut menjadi saksi gejolak erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 lalu.

Tertanggal 1 Juni 2016, di lokasi tersebut dibangun prasasti bertuliskan "Sirna Jalma Lelaning Paninggal" yang diartikan bencana itu datang pada saat manusia lengah. 

Satu di antara pengunjung yang datang ke Museum Terbuka Bakalan , Febri warga Pakembinangun, Pakem mengaku suka mengunjungi lokasi tersebut.

Alasannya, museum bakalan memberi satu pelajaran penting bagi dirinya bahwa alam itu jangan dilawan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved