Tidak Patah Arang, DPD RI Ajukan Judicial Review Presidential Threshold
DPD RI tengah mengajukan judicial review Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan persentase bagi partai poltik
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - DPD RI tengah mengajukan judicial review Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan persentase bagi partai poltik, atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon presiden.
Anggota DPD RI, Cholid Mahmud menandaskan, dalam UU Pemilu No 7 Tahun 2017 disebutkan, bahwa yang dapat mengajukan calon presiden ialah parpol, atau gabungan parpol, yang punya perolehan suara 25 persen secara nasional, atau sedikitnya 20 persen kursi DPR RI.
Baca juga: Capaian Vaksinasi Booster Covid-19 di Klaten Capai 9,48 Persen
"Jadi, gagasan DPD RI, tidak perlu ada pembatasan berapa persen. Tetap partai, atau gabungan partai yang ajukan, tanpa ada pembatasan persentasenya, seperti yang disebutkan di UU," cetusnya, Minggu (13/3/2022).
"Indonesia ini kan jumlah penduduknya besar, ya, maka semakin banyak calon itu tidak masalah. Kalau soal calon independen, itu hal lain, karena harus amandemen dan DPD RI bukan bicara pada ranah itu," tambah Cholid.
Walau begitu, senator asal Yogyakarta tersebut menyadari, upaya judicial review Presidential Threshold memang tidak semudah membalik telapak tangan. Benar saja, berdasar pengalaman berbagai pihak, sudah puluhan kali upaya tersebut ditempuh, namun seluruhnya mental.
"Selama ini sudah 24 itu, yang mengajukan judicial review dan seluruh pengaju selau gagal dalam legal standing sebagai penggugat, semua gagal," keluh Cholid.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Senin 14 Maret 2022, BMKG Prediksi Hujan Lebat Guyur 26 Wilayah, Ini Daftarnya
Dijelaskannya, jalan buntu judicial review ditemui lantaran MK menilai pihak-pihak yang mengajukan tidak dirugikan secara langsung oleh produk hukum tersebut.
Karena itu, dirinya pun heran, partai politik yang sejatinya sangat dirugikan, selama ini malah terlihat adem ayem.
"Tidak tahu, apa alasannya. Mungkin karena tidak enak dengan koalisinya. Jadi, dalam konteks politik nasional itu, sekarang yang berpeluang mengajukan hanya Demokrat, atau PKS yang statusnya oposisi," urainya. (aka)